![]() |
Seorang jamaah haji sujud syukur saat tiba di Bandara Halim Perdana Kusuma, sumber foto : Republika |
Selain memiliki rumah dan kendaraan, menjadi tamu Allah di Baitullah baik dengan haji maupun umroh adalah impian lain yang bahkan masuk kategori wajib bagi sebagian keluarga muslim. Sayangnya, impian yang satu ini terbilang ‘wah’ bagi kebanyakan masyarakat kita. Perlu menabung dalam kurun waktu yang lama karena biayanya tidak sedikit. Tak jarang, ‘kebutuhan’ yang satu ini juga kerap tergeser oleh kebutuhan lain yang lebih mendesak. Akhirnya, seringkali terjadi, berkunjung ke rumah Allah seakan bulan bagi para pungguk yang hanya bisa merindukannya dari kejauhan. Dan saya mungkin termasuk salah satu dari para pungguk itu :)
* * *
Suatu hari, saat sedang berselancar di jagad Facebook, saya
dapati seorang teman memosting status kalau dia tengah bersiap menuju ke Tanah
Suci. Turut bahagia, tapi juga ada sedikit rasa ‘iri’ :)
“Koq bisa ya? Kayaknya kerjanya biasa aja deh, kalau hanya
mengandalkan gaji bulanan kayaknya gak bakalan bisa ke Tanah Suci di usia
semuda ini” hahaha, saya mulai berprasangka.
“Apa bonus kantor ya? Atau habis dapat warisin?” hihihi.
Maka, demi memuaskan rasa penasaran, saya mulai ngepo-in wallnya. Postingan demi
postingan berikut setiap komen yang masuk, saya baca dengan teliti jangan
sampai ada yang terlewat. Dan sampai jugalah saya pada satu jawaban. Ternyata,
teman saya itu bisa berangkat umroh karena dapat arisan kantor yang memang dikhususkan
untuk umroh.
“Wah, boleh juga nih, dengan arisan” sorak saya dalam hati.
Tapi, mekanisme ini rasanya sulit untuk diterapkan di kantor tempat suami bekerja.
Arisan sebelumnya saja yang nominalnya terbilang kecil, tidak berlanjut.
Apalagi arisan umroh ya?
“Jangan patah semangat Rin” saya menyemangati diri sendiri.
Gak bisa arisan umroh di kantor suami, siapa tahu di tempat lain ada.
“Fit, tahu komunitas atau lembaga terpercaya yang ngadain arisan
umroh gak?” tanya saya pada seorang teman. Sebut saja namanya Fitri.
“Dulu ada, sebuah biro perjalanan haji dan umroh yang
ngadakan. Tapi gak berlanjut. Banyak masalah katanya” ah, kuncup harapan di
hati saya langsung lunglai usai mendengar jawabannya. Duhai Baitullah, betapa
tinggi dirimu untuk kugapai dengan tangan kecilku….
“Tak boleh menyerah. Pasti ada jalan…” lagi-lagi saya
menyemangati diri sendiri. Hingga suatu hari.
“Nis, sudah daftar
haji belum?” tanya saya pada seorang teman via pesan singkat. Sebut saja
namanya Annisa. Dengannya saya mencoba berbagi ‘kegalauan’ tentang impian ke
Tanah Suci. Siapa tahu ketemu teman senasib :)
“Alhamdulillah sudah Rin, InsyaAllah berangkat 5 tahun lagi”
What? Yang kemarin pergi umroh saja sudah membuat saya ‘iri’, apalagi ini. Hiks.
Usia sama, kerjaan juga hampir sama. Koq bisa sih dia sudah daftar haji dan akan
berangkat tidak lama lagi? Sementara saya, ah tiba-tiba saya merasa seperti
ketinggalan kereta.
Obrolan dengan Annisa seputar haji berlanjut dengan intens.
Hingga saya ketahui dengan cukup detil bagaimana teman saya itu, dan suaminya,
sudah mendaftar haji cukup lama, yakni dengan arisan keluarga.
“Jadi, di keluarga suami itu ada arisan keluarga. Satu
keluarga diwakili oleh satu nama yakni kepala keluarga. Yang ikut anggota
keluarga dari satu kakek. Jadi selain saudara kandung suami, ayah ibu mertua,
om dan tante juga para sepupu suami juga ikut. Kalau ditotal, jumlah keluarga
yang ikut arisan bisa belasan” terang Annisa.
“Karena tidak semua bekerja dengan gaji tetap bulanan, maka
arisan plus pertemuan rutin keluarga dijadwal setiap 4 bulan sekali. Sama
dengan musim panen petani. Kebetulan ada anggota keluarga yang bertani” lanjut
Annisa. Saya menyimak dengan seksama.
“Oya, untuk menentukan siapa yang dapat, kami tidak
menggunakan sistem kocok seperti arisan pada umumnya”
“Terus?” tanya saya penasaran.
“Salah satu tujuan diadakannya arisan keluarga ini kan agar
para anggota keluarga saling bantu membantu agar satu per satu bisa berangkat
haji. Jadi, sedari awal kami bersepakat bahwa penentuan siapa yang dapat arisan
berdasarkan musyarawah. Sesama orang tua mendahulukan orang tua yang lain yang
belum berhaji. Yang sekiranya mampu untuk mendaftar haji tanpa uang arisan
umumnya juga mengalah kepada yang lebih membutuhkan. Lalu yang tua mendahulukan
yang muda untuk dapat arisan lebih dulu dengan harapan mereka bisa segera
mendaftar haji. Antrian haji sekarang kan panjang sekali. Kalau tidak cepat
mendaftar dikhawatirkan akan semakin lama bisa berangkat ke Tanah Suci. Yang
muda diprioritaskan juga karena biasanya mereka kan banyak kebutuhan ya? Rumah,
kendaraan, biaya pendidikan anak-anak. Kalau tidak disemangati dan didukung
untuk segera berhaji, dikhawatirkan yang muda-muda jadi tidak memikirkan soal
haji”
“Selain karena faktor finansial dan usia, yang sekiranya urgent untuk diprioritaskan misalnya karena faktor kesehatan, juga kami dahulukan untuk mendapatkan arisan lebih dulu” jawab Annisa.
“Wah, MasyaAllah, tradisi di keluargamu mengagumkan sekali
Nis. Kebersamaannya bikin iri” ah, saya tak mampu menyembunyikan rasa cemburu.
“Alhamdulillah” jawab Annisa singkat.
“Hmmm, by the way cukup
ya uang arisannya untuk bayar haji?” hehe, salah satu poin yang juga sangat
penting untuk ditanyakan.
“Gak cukup sih sebenarnya Rin, apalagi kalau yang berangkat
dua orang ya, kayak aku dan suami. Tapi nambahnya jadi gak seberat dibanding harus
mengumpulkan dari nol. Kami pakai tabungan yang lain, dibantu ortu juga….”
Saya tertegun. Banyak sekali pelajaran sangat berharga yang
saya dapat dari cerita Annisa.
* * *
Cerita Annisa dengan arisan keluarga-nya yang memang diprioritaskan untuk biaya berhaji,
bisa menjadi salah satu solusi alternatif yang bisa diterapkan oleh banyak
keluarga Indonesia. Mekanisme ini, selain memudahkan untuk bersegera ke Tanah
Suci, juga memiliki sekian banyak manfaat dan kebaikan.
Arisan adalah sebuah tradisi yang sudah cukup mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia secara turun temurun yang bahkan masih dipertahankan hingga sekarang. Artinya, arisan yang khusus diperuntukkan untuk haji atau umroh, relatif mudah diterima dan diterapkan baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan kerja, komunitas maupun lingkungan sosial lainnya. Dan di antara sekian komunitas ini, arisan keluarga memiliki sejumlah keunggulan dan kelebihan.
Pertama, aspek
keamanan lebih terjaga. Dalam beberapa waktu terakhir, penghimpunan dana
masyarakat di Tanah Air kerap diwarnai oleh penyelewengan. Banyak terjadi, uang
yang dihimpun dibawa lari atau disalahgunakan oleh penanggung jawab. Mekanisme kontrol
dalam komunitas non keluarga umumnya kurang optimal karena antara anggota yang
satu dengan yang lain tidak selalu saling mengenal. Bahkan tak jarang, para
anggota juga tidak mengenal baik para pengelola atau penanggung jawab dana. Sehingga
ketika terjadi masalah, penyelesaian seringkali susah diupayakan bahkan tanpa
penyelesaian sama sekali. Akibatnya, banyak anggota atau nasabah yang
dirugikan. Dalam arisan keluarga, di mana orang-orang yang berpartisipasi di
dalamnya adalah satu keluarga, mekanisme kontrol berjalan lebih optimal. Para
anggota arisan umumnya tidak hanya saling mengenal dengan baik, namun juga
memiliki ikatan emosional yang besar. Ini merupakan sebuah pengikat komitmen
yang penting agar keberlangsungan arisan bisa terus berjalan dengan baik.
Kedua, mudah
mendapatkan anggota. Banyak arisan tidak berjalan bahkan sedari awal dicetuskan,
karena sulitnya mendapatkan peserta atau anggota. Arisan keluarga relatif mudah
mendapatkan anggota karena keluarga Indonesia umumnya jumlahnya lumayan,
terlebih jika yang diikutsertakan merunut ke atas, kakek nenek misalnya, bukan
hanya ayah ibu. Dengan begitu, selain mengajak saudara kandung, paman dan bibi
serta sepupu satu kakek juga bisa diikusertakan. Semakin banyak anggota
keluarga yang ikut serta, maka dana yang dikumpulkan bisa lebih banyak.
Ketiga,
mengedepankan prinsip saling tolong menolong. Arisan, khususnya arisan keluarga
untuk berhaji, memungkinkan seseorang bisa mendapatkan dana talangan dengan cepat
untuk mewujudkan impiannya bertamu ke rumah Allah. Cara ini memiliki keunggulan
dibanding misalnya melalui tabungan haji. Tanpa bermaksud menafikkan pentingnya
tabungan haji, melalui arisan keluarga seseorang tidak hanya akan memikirkan
tentang haji-nya, namun juga bagaimana agar anggota keluarga yang lain juga
bisa berhaji. Lebih dari sekedar memikirkan, arisan keluarga khususnya untuk berhaji
memungkinkan setiap anggota keluarga untuk menyemangati sekaligus membantu yang
lain secara nyata untuk mewujudkan impian bersama ke Tanah Suci.
Keempat,
melestarikan kebersamaan keluarga yang kian memudar. Kebersamaan keluarga dalam
masyarakat kita bisa dibilang mengalami banyak penurunan. Banyak faktor yang
mempengaruhinya. Kesibukan dan mobilitas para anggota keluarga yang semakin
tinggi misalnya. Juga pengaruh pesatnya perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi akhir-akhir ini. Pertemuan rutin keluarga secara langsung mulai
tergeser bahkan kadang digantikan oleh ‘pertemuan maya’ melalui sejumlah media social
seperti Facebook, BBM maupun Whatsapp. Pertemuan melalui jejaring sosial memang
lebih murah sehingga frekuensinya bisa lebih intens. Hanya saja, bagaimana pun,
pertemuan secara langsung tetaplah diperlukan. Dan arisan keluarga adalah salah
satu sarana yang bisa dipilih agar para anggota keluarga tidak hanya bersua
hanya pada saat Idul Fitri saja (glek, poin terakhir ini membuat penulis
seperti keselek buah kedondong, hehehe….).
Kelima, mendaftar
haji dengan dana talangan dari arisan keluarga bisa menjadi salah satu solusi alternatif
yang sangat potensial bagi orang-orang yang karena sejumlah alasan/faktor,
tidak bisa atau memang tidak mau melibatkan bank maupun lembaga keuangan
sejenis sebagai partner untuk menalangi biaya haji mereka. Selain untuk
berhaji, dana talangan yang didapat dari arisan keluarga sebenarnya juga bisa
dimanfaatkan untuk sejumlah keperluan lain seperti memiliki atau membangun rumah,
penyelenggaraan resepsi pernikahan, dan sebagainya. Saya pernah mendapati
sejumlah keluarga menerapkan cara ini.
Selain memiliki sejumlah keunggulan dan kelebihan di atas,
arisan keluarga juga memiliki sejumlah kekurangan. Setidaknya dalam pemikiran
saya usai meresapi cerita Annisa lebih dalam. Di antaranya, media ini mungkin
efektif dan bisa berjalan dengan baik untuk keluarga yang mayoritas
perekonomiannya terbilang mapan. Mengingat dana untuk haji relatif besar bagi
kebanyakan keluarga Indonesia. Selain karena faktor ekonomi atau keuangan,
kesamaan visi misi tentang ibadah haji. Bagi sebagian orang, haji mungkin masuk
dalam kategori wajib dan penting. Mungkin tidak bagi sebagian yang lain. Visi
misi yang tidak sama mengenai haji, meski satu keluarga, akan menjadi kendala
besar bagi terbentuknya arisan keluarga khusus untuk haji.
Well, katakanlah arisan keluarga ini bisa menjadi sarana
untuk mendapatkan dana talangan untuk daftar haji. Pertanyaan penting
selanjutnya, bagaimana cara menyisihkan sebagian penghasilan untuk arisan haji
yang jumlahnya pasti tidak sedikit meski bayarnya, kalau melihat arisan haji di
keluarga Annisa, tidak setiap bulan tapi empat bulan sekali.
Harus ada niat dan komitmen yang kuat bahwa kita memang
ingin segera ke Tanah Suci. Niat dan komitmen yang kuat akan membuat kita bisa
menyisihkan sebagian penghasilan untuk arisan keluarga khusus haji. Selanjutnya
buat skala prioritas. Pangkas pengeluaran atau pos yang tidak penting atau tidak
mendesak karena pos untuk arisan haji sudah kita labeli sebagai ‘PRIORITAS’.
Yang ketiga, disiplin. Bila tidak disiplin, arisan haji bisa putus di tengah
jalan, yang imbasnya tidak hanya pada kita tapi bisa juga pada anggota keluarga
yang lain.
Jadi, masih bingung mencari cara mendapatkan dana talangan untuk
bersegera ke Tanah Suci? Semoga artikel ini membantu. Dan semoga saya dan
keluarga juga bisa segera mewujudkannya. Aaamiiin....
* * *
* * *
aku jadi pengen nawarin sistem arisan haji ke keleuargaku. mudah2an kita semua diberi jalan ya u ke tanah suci. aamiin
BalasHapusGood luck ya Mak Irul, aamiiin untuk doanya.... :)
Hapussemoga sukses ya mbk
BalasHapusSukses juga untuk Mbak Naqi, terimakasih Mbak :)
Hapuswahhh...patut dicoba niih
BalasHapusSelamat mencoba Bu, semoga berhasil dan memberi banyak manfaat, salam kenal.... :)
Hapuswahh...ide nya menarik nih.
BalasHapussalam kenal ya mbak....
Salam kenal kembali Mbak Ila... :)
HapusSiippp banget ini mbak.
BalasHapusSemoga juara yah
Terimakasih Mak Nurul.... :)
Hapushebaaaattt... ide cemerlang ini mba,cuma ya hrs kompak ya keluarganya... :)
BalasHapusIni ide yang berhasil diterapkan keluarga teman saya Mak Aira, saya juga salut makanya ditulis supaya menjaga inspirasi keluarga Indonesia yang lain. Iya, harus kompak... :)
Hapusboleh juga mbak idenya... tapi ya kudu displin ya :D
BalasHapusBetul Mak Sari, harus disiplin. Baik disiplin dalam konteks pribadi maupun disiplin dalam konteks komunitas. Efeknya bisa besar bahkan fatal kalau ada satu aja yang 'macet" :)
HapusEmang ya mbak, Innamal a'malu bin niyat hehe
BalasHapus