![]() |
Hasil Jepretan Mbak Haya, trims Mbak :) |
Kreativitas dan hasrat bereksperimen yang sangat besar
membuat anak-anak mampu menyulap rumah yang semula rapi menjadi bak diterjang
tsunami hanya dalam hitungan menit. Padahal, orang tua seringkali membutuhkan
waktu berjam-jam untuk membuatnya rapi. Tak hanya membuat rumah seperti kapal
pecah, banyak juga barang-barang yang hilang dan sulit ditemukan saat
dibutuhkan.
Hanya ketika anak-anak berakhir pekan di rumah mertua,
saya dan suami memiliki waktu yang cukup untuk merapikan rumah dengan seksama dan
menemukan sejumlah barang yang hilang. Lalu menikmati kerapian rumah beberapa
saat sebelum anak-anak kembali memorakporandakannya. Siklus rumah rapi, lalu
berantakan dan banyak barang hilang ini lama-lama membuat kami berpikir, bahwa
anak-anak harus belajar bertanggung jawab dan mulai dilibatkan dalam kegiatan
merapikan rumah. Hanya saja, merapikan rumah yang seperti kapal pecah kadang
membuat mereka belum apa-apa sudah mengeluh.
“Aku capek, pusing. Pingin tidur” demikian keluh Naura
(5 tahun) ketika diajak memberesi kamar dan mainannya sendiri.
“Aku hanya membereskan punyaku sendiri ya Ma” kalau
ini jawaban Sasha (10 tahun).
Dengan sedikitnya keterlibatan anak-anak, saya dan
suami harus menghabiskan banyak waktu dan energi untuk membuat rumah kembali
rapi. Apalagi, kehadiran anak-anak acapkali justru membuat proses merapikan
rumah menjadi lamban karena mereka sering menyela. Entah karena ingin makan,
minum, ataupun asyik bermain ketika menemukan mainan lamanya yang hilang.
Agar kegiatan beres-beres ini menyenangkan, juga lebih
efektif dan efisien, maka saya dan suami mencoba mengubah mindset anak-anak
tentang merapikan rumah dari sesuatu yang melelahkan dan menjemukan menjadi
kegiatan yang menyenangkan, banyak manfaat dan melatih anak memiliki rasa
tanggung jawab terhadap barang miliknya.
Hal pertama yang kami lakukan adalah menyebut kegiatan
tersebut dengan istilah yang menarik dan menggugah ketertarikan anak-anak,
yakni dengan sebutan ‘berburu harta karun’. Ide ini tercetus karena begitu
seringnya kami menemukan banyak barang hilang, seperti mainan kesayangan,
komik, peralatan belajar, bahkan kosmetik dan perlengkapan jilbab saya. Bahagia
sekali rasanya menemukan barang-barang yang selama ini hilang dan sulit
ditemukan. Seperti menemukan harta karun saja.
“Besok, kita berburu harta karun ya sayang” demikian
ajakan yang saya utarakan pada anak-anak, biasanya pada hari Jumat atau Sabtu,
sehingga anak-anak tidak terlalu shock kalau secara tiba-tiba diajak
beres-beres rumah.
“Adek Naura dan Mbak Sasha besok berharap menemukan
apa?” kalimat ini saya maksudkan untuk memancing antusiasme anak-anak. Biasanya,
kalimat ini juga memancing mereka untuk mengingat kembali sejumlah barang yang
hilang dan sulit ditemukan meski sudah dicari kemana-mana.
Ketika hari H tiba, anak-anak biasanya lebih enjoy
membereskan kamar dan mainannya. Teriak gembira sesekali terdengar saat mereka
menemukan ‘harta karun’ yang hilang.
Saya dan suami bisa lebih konsen membereskan yang lain. Dengan tim yang
solid begini, menyulap rumah yang semula seperti kapal pecah menjadi rapi
biasanya menjadi lebih cepat.
Usai beres-beres, biasanya masing-masing kami akan
mengumpulkan temuan harta karun yang didapat. Tak hanya mereka, saya dan
suamipun sering kali takjub dengan temuan-temuan kami. Kamipun saling berterima kasih jika kebetulan
barang pribadi kami ditemukan oleh yang lain. Lalu, anak-anak biasanya
berinisiatif menjaga barang atau miliknya lebih rapi dan lebih berhati-hati
agar tidak hilang lagi.
Perburuan ‘harta karun’ biasanya kami akhiri dengan
memberi reward bagi anak-anak. Biasanya dengan menyajikan menu kesukaan mereka,
seperti es krim dan puding. Kini, anak-anak semakin terlatih untuk bertanggung
jawab atas barang miliknya. Beres-beres rumah yang semula menjemukan, perlahan
berubah menjadi kegiatan yang menyenangkan, penuh tantangan dan kejutan :)
Tulisan mbak Ririn slalu enak tuk kubaca. Sukses terus ya mbak...Oya mbak, boleh tau ga syarat nulis rubrik Buah Hati di Leisure?
BalasHapusSaya pernah dapat info ini dari FB Mbak, semoga bermanfaat :)
HapusPanduan Menulis Buah Hati
24 Juli 2012 pukul 20:02
Assalamu alaikum wr wb
Pengasuhan merupakan topik yang selalu menarik untuk dibahas. Apalagi, tiap keluarga menjalankan pola pengasuhan tersendiri yang sesuai dengan tantanan nilai yang diyakininya. Saban hari, ada saja kejadian unik, lucu, menggemaskan, menggelitik, atau malah membuat orang tua kelabakan memikirkan solusi dari pertanyaan-pertanyaan cerdik si kecil.
Rubrik Buah Hati ada sebagai sarana bagi para orang tua untuk berbagi pengalaman pengasuhannya. Naskah ditulis dengan sudut pandang 'saya', menceritakan cara ayah dan bunda mengatasi suatu tantangan pengasuhan. Temanya beragam, mulai dari cara menjelaskan makna demonstrasi seperti yang ditulis Ali Muakhir, mengenalkan anak guna menabung seperti yang dibahas Haya Aliya Zaki, atau pengalaman puasa di luar negeri seperti yang diulas Sri Widyastuti beberapa edisi lalu.
Bagaimana teknis penulisannya?
* Pilih satu tema utama, usahakan temanya spesifik dan berisi diaog antara orang tua dengan anandanya
* Sertakan informasi nama dan usia anak yang diceritakan, jumlah anak dalam keluarga
* Sertakan foto penulis dengan anak yang diceritakan dalam naskah. Foto dengan seluruh anggota keluarga akan menyulitkan pembaca untuk mengenali anak mana yang diceritakan. Foto harap dilampirkan dalam attachment terpisah dari naskah. Untuk tampilan yang lebih bagus, foto sebaiknya bukan merupakan jepretan kamera ponsel dan berukuran lebih dari 150 KB.
* Tulisan berkisar antara 2500 hingga 3000 karakter
* Naskah dan foto dapat dikirimkan melalui email leisure@rol.republika.co.id
* Mohon mencantumkan nama lengkap, alamat, nomor telepon yang bisa dihubungi, dan nomor rekening.
Semoga tulisan-tulisan yang dimuat dapat menginspirasi ayah dan bunda serta calon orang tua ya...aamiin ya rabbal alamin...Semangat menulis!
Salam,
Redaksi Leisure
hahaha boleh juga dengan main harta karun begini
BalasHapus