![]() |
Sumber Foto : subditmbl.wordpress.com |
Ada banyak cara
kreatif yang bisa dilakukan agar edukasi tentang kebencanaan dapat tersampaikan
dengan efektif dan menyenangkan. Seperti yang dilakukan Yuka Matsumoto, mantan
Miss Japan untuk Miss Asia Pasific 2005 yang juga seorang jurnalis di NHK
International. Yuka memilih manga atau komik khas Jepang sebagai sarana untuk
mengedukasi masyarakat terutama di kalangan anak-anak dan perempuan. Dua
kelompok masyarakat yang acapkali menjadi korban terbesar hampir di setiap
bencana. Tak hanya di Jepang, edukasi kebencanaan juga dilakukan Yuka di Aceh,
yang 10 tahun lalu mengalami bencana tsunami sangat dahsyat.
Yuka memilih
manga atau komik, karena menurutnya, komik sangat mudah dipahami, termasuk oleh
anak-anak. Bersama rekannya Nayu Hanii, seorang komikus Jepang yang bekerja
untuk majalah Sho-comi, Yuka membuat komik yang berisi pesan-pesan tentang
pendidikan kebencanaan lalu menyebarkannya ke berbagai wilayah dan negara yang
rentan bencana, termasuk Aceh, dengan biaya sendiri. Menurut Yuka, pendidikan
tentang bencana adalah sangat penting. Karena teknologi tanpa diikuti
pendidikan bencana kepada masyarakat, tidak akan pernah memadai.
Apa yang
dilakukan Yuka adalah sebuah terobosan edukasi kebencanaan yang sangat
inspiratif dan relevan dengan persoalan global saat ini. Edukasi kebencanaan
melalui cara dan media yang kreatif bisa menjadi solusi untuk
menumbuhkembangkan kesadaran akan bencana sejak dini dan semaksimal mungkin
terutama pada anak-anak dan perempuan, yang seringkali menjadi korban terbesar
saat bencana terjadi. Pada tsunami Aceh 2004 lalu misalnya, sekitar 75 persen
korban tsunami di Aceh adalah perempuan dan anak-anak.
Fakta ini membuat
pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 24 tentang Penanggulangan Bencana
pada tahun 2007. Dalam UU disebutkan, pendidikan siaga bencana harus
terintegrasi ke dalam program pembangunan, termasuk ke sektor pendidikan. Pada
tahun 2011, Plan Indonesia dan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini juga
menerbitkan buku panduan pendidikan siaga bencana untuk anak usia dini. Namun,
upaya ini dinilai belum memadai. Masyarakat seringkali gagap saat bencana
terjadi, dan susah untuk bangkit dalam masa recovery. Dalam konteks ini diperlukan
terobosan dan komunikasi yang mudah dipahami terutama oleh anak-anak sekaligus
mudah diaplikasikan oleh banyak masyarakat lain termasuk perempuan. Sebuah
kebutuhan yang sangat mendesak mengingat negara kita adalah salah satu negara
yang sangat rawan terhadap bencana. Sehingga mau tidak mau, kita harus bisa ‘berdamai’
dengan bencana.
Secercah Harapan dari Ekonomi Kreatif
Cara kreatif yang
dilakukan Yuka dalam memaksimalkan edukasi bencana yakni melalui manga atau
komik khas Jepang, sebenarnya tidak lain merupakan bagian dari ekonomi kreatif.
Sebagaimana kita ketahui, ekonomi kreatif saat ini telah menjadi salah satu
penentu daya saing bangsa. Banyak negara berlomba-lomba mengoptimalkan sektor
ekonomi kreatifnya dan meraup banyak keuntungan serta manfaat darinya. Tak
hanya dalam konteks ekonomi, namun juga sosial dan budaya.
Indonesia
termasuk salah satu negara yang sedang giat mendongkrak potensi ekonomi
kreatifnya. Ada lima belas sektor andalan yang masuk dalam kategori sektor
ekonomi kreatif, yakni arsitektur, desain, fesyen, kerajinan, penerbitan dan
percetakan, televisi dan radio, musik, film video dan fotografi, periklanan,
layanan komputer dan software, pasar barang dan seni, seni pertunjukan,
permainan interaktif, riset dan pengembangan serta kuliner. Sektor yang sangat
banyak dan beragam ini memungkinkan kita untuk mengembangkan banyak upaya
kreatif guna membangun masyarakat yang siaga bencana.
Seperti yang
dilakukan Yuka, terkait dengan edukasi kebencanaan melalui bacaan, sejumlah
sektor ekonomi kreatif yang bisa kita manfaatkan antara lain memperbanyak komik
dan bacaan lain yang sarat dengan edukasi bencana. Sektor lain yang juga sangat
mendukung adalah film dan iklan edukatif terkait bencana. Seni dan pertunjukan
serta permainan interaktif dapat dimanfaatkan sebagai sarana simulasi manakala
bencana terjadi. Dengan demikian, masyarakat terutama anak-anak tidak hanya
paham secara teori, namun juga menguasai pelaksanaan nyata di lapangan.
Untuk yang
terkait dengan teknologi, pengembangan layanan komputer dan software yang bisa
digunakan untuk mendeteksi bencana seperti tsunami dan kebakaran hutan, juga
sangat mungkin dikembangkan oleh anak negeri. Jika ini bisa dilakukan dengan
mudah dan murah, jumlah korban dan kerusakan akibat bencana bisa diminimalisir secara
signifikan. Adapun sektor desain dan arsitektur dapat turut berkontribusi dengan
menciptakan desain dan arsitektur yang tahan bencana, untuk rumah misalnya,
yang mudah diakses dan diaplikasikan oleh masyarakat terutama bagi kalangan
menengah ke bawah.
Tak hanya sampai
di sini, sektor ekonomi kreatif lain seperti kuliner dan fesyen dapat menjadi
pilihan usaha untuk memperbaiki perekonomian masyarakat paska bencana terutama
di kalangan perempuan. Bencana yang acapkali memorakporandakan perekonomian
masyarakat, seringkali membuat banyak orang kehilangan pekerjaan dan mata
pencaharian hidup mereka. Dalam hal ini, sejumlah sektor ekonomi kreatif di
atas bisa menjadi sandaran baru. Akan lebih optimal jika sebagian dana bencana
baik dari pemerintah maupun charity
masyarakat dialihkan sebagai modal usaha bagi mereka. Untuk itu, skill terkait
dengan sektor ekonomi kreatif terutama yang erat dengan kehidupan perempuan
seperti kuliner dan fesyen perlu diintegrasikan dengan program siaga bencana
lainnya, sehingga masyarakat yang terkena bencana bisa segera bangkit dan menemukan
asa baru untuk melanjutkan kehidupannya kembali.
Memontum Menyinergiskan Ekonomi Kreatif dan
Indonesia Siaga Bencana
Tak lama lagi kita
akan memperingati 10 tahun tsunami Aceh, tepatnya pada 26 Desember 2014 nanti. Sebuah
bencana dahsyat yang membuat kita bahkan dunia sangat berduka. Ratusan ribu
saudara kita menjadi korban. Kerusakan di mana-mana dengan kerugian materi yang
sangat besar. Banyak saudara kita yang masih trauma dan merasa kehilangan
hingga saat ini.
Sepuluh tahun
tsunami Aceh adalah momentum besar bagi kita untuk lebih menyiagakan diri
sekaligus memantapkan komitmen untuk berdamai dengan bencana. Mengapa ‘berdamai’
dan bukan ‘berperang’?
Indonesia
ditakdirkan untuk berjalan beriringan bersama bencana. Bersama anugerah
keindahan dan kekayaan alam yang sangat luar biasa, kita juga dianugerahi banyak sekali
potensi bencana. Indonesia merupakan negara dengan tingkat kerentanan bencana
terbesar kedua di dunia setelah Bangladesh. Indonesia juga tercatat sebagai
negara dengan jumlah gempa bumi berkekuatan di atas 4 pada skala Richter yang
terbanyak, yaitu rata-rata lebih dari 400 kali per tahun. Selain gempa dan
tsunami, banyak bencana lain yang juga kerap mengintai. Seperti banjir, gunung meletus dan
tanah longsor. Belum lagi sejumlah bencana yang sengaja kita ‘undang’, seperti
kebakaran hutan yang disengaja.
Menjadi negara
yang rentan bencana membuat kita mau tidak mau harus berdamai dengan bencana.
Karena sebagian bencana bisa terjadi begitu saja dan kapan saja, tanpa bisa
kita halau dan cegah sedikitpun. Untuk bencana semacam ini, yang harus kita
lakukan adalah bersiaga dan tanggap. Tahu harus bagaimana ketika bencana
terjadi, lalu segera bangkit untuk melanjutkan kehidupan seperti sedia kala. Bersyukur,
bersama bencana Ia juga telah menyediakan sejumlah solusi untuk mengantisipasi
dan mengatasi. Tinggal bagaimana kita bersegera mengupayakannya. Salah satunya
melalui sejumlah sektor dan potensi ekonomi kreatif yang sangat berlimpah di
negara kita.
Sinergitas antara
ekonomi kreatif dan program kebencanaan lainnya perlu ditegaskan agar ke depan,
segala upaya dalam rangka mewujudkan Indonesia siaga dan berdamai dengan
bencana bisa saling bersinergi satu sama lain. Dan peringatan 10 tahun tsunami
Aceh bisa menjadi momentum mendeklarasikan kesiapan kita untuk berdamai dengan
bencana, lalu saling bergandengan tangan, saling bersinergi. Bukan tidak
mungkin, kesiapan kita terhadap bencana akan sebaik masyarakat Jepang nantinya.
Semoga…..
* * *
Tulisan diikutsertakan dalam Lomba Menulis Kebencanaan Memperingati 10 Tahun Tsunami Aceh, 'Berdamai dengan Bencana'.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar