![]() |
Kampus Universitas Terbuka di Pamulang, sumber Foto :kabartangsel.com |
Meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi di Indonesia yang mencapai angka 29,9 % pada tahun 2013 lalu, merupakan sebuah pencapaian yang sangat menggembirakan. Sangat menggembirakan karena sejak Indonesia merdeka hingga tahun 2000, baru ada sekitar 13,8 % anak usia 19-23 tahun yang bisa mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Perubahan sangat dratis terjadi setelah memasuki era milenium sehingga APK perguruan tinggi mengalami peningkatan lebih dari dua kali lipat. Persentase ini bisa menjadi salah satu indikasi sederhana bahwa akses masyarakat terutama generasi muda untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi semakin baik.
Pertanyaan
selanjutnya, pentingkah pendidikan formal di perguruan tinggi bagi masa depan dan
prestasi yang bersangkutan, juga bagi masyarakat, bangsa dan negara?
Jawabannya tentu
sangat penting.
Pendidikan tinggi
merupakan salah satu jembatan utama menuju masa depan dan prestasi gemilang. Pendidikan
tinggi memungkinkan seseorang membuka cakrawala ilmu pengetahuan, kemampuan dan
keterampilan, serta kedewasaan berpikir yang lebih baik lagi. Selain itu, legalitas
pendidikan tinggi yang dibuktikan dengan ijasah juga bisa menjadi ‘tiket’ untuk
meraih masa depan dan prestasi yang lebih baik. Terbentuknya sumber daya
manusia yang demikian, handal secara keilmuan dan keterampilan serta memiliki
legalitas formal, akan menjadi penopang utama bangsa untuk menjadi bangsa yang
maju dan disegani.
Terurainya Simpul Penghalang
Pencapaian APK
perguruan tinggi yang sangat signifikan sejak tahun 2000 dipengaruhi oleh
banyak faktor. Sebagaimana kita ketahui, ada sejumlah faktor yang menjadi
penghalang utama masyarakat terutama kalangan generasi muda, untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Di antaranya karena kendala ekonomi,
jarak dan waktu, termasuk juga persoalan jender. Sejumlah persoalan ini coba
diminimalisir, sehingga satu per satu simpul penghalang akses masyarakat
terhadap pendidikan di perguruan tinggi kian terurai. Salah satu inovasi dalam
pendidikan kita yang memberi kontribusi signifikan adalah Universitas Terbuka.
Universitas
Terbuka atau yang populer dengan sebutan UT adalah Perguruan Tinggi Negeri
ke-45 di Indonesia yang diresmikan pada tanggal 4 September 1984, berdasarkan
Keputusan Presiden RI Nomor 41 Tahun 1984. UT didirikan dengan tujuan yang
sangat kontekstual dengan persoalan bangsa. Yakni : (1) memberikan kesempatan yang luas bagi warga
negara Indonesia dan warga negara asing, di mana pun tempat tinggalnya, untuk
memperoleh pendidikan tinggi; (2) memberikan layanan pendidikan tinggi bagi
mereka, yang karena bekerja atau karena alasan lain, tidak dapat melanjutkan
pendidikannya di perguruan tinggi tatap muka; dan (3) mengembangkan program
pendidikan akademik dan profesional sesuai dengan kebutuhan nyata pembangunan
yang belum banyak dikembangkan oleh perguruan tinggi lain.
Mengapa tujuan didirikannya UT sangat kontekstual
dengan persoalan bangsa?
Pendidikan tinggi
di negeri kita masih merupakan sesuatu yang sangat mahal sehingga masih sulit
dijangkau oleh semua kalangan masyarakat. Kendala ekonomi ini masih diperparah
oleh masalah jarak, waktu, bahkan jender. Jarak yang jauh berarti biaya kuliah
semakin membengkak. Padahal untuk membayar biaya kuliah saja sudah sulit. Hadirnya
UT memberi kesempatan lebih besar bagi masyarakat dan anak bangsa yang
tinggal di daerah terpencil, terluar atau tertinggal (3T) untuk mengenyam
pendidikan di perguruan tinggi. Selain
soal biaya dan jarak, waktu juga acapkali menjadi halangan terutama mereka yang
sudah bekerja. Jender juga masih menjadi kendala meski porsinya mungkin tak
sebesar tiga masalah sebelumnya.
Pendidikan bagi perempuan acapkali dianggap
tidak penting karena masyarakat umum kita masih berpandangan bahwa ‘rugi’ jika
sekolah tinggi-tinggi akhirnya hanya kerja di dapur alias jadi ibu rumah
tangga. Daripada menghabiskan banyak biaya dan juga waktu, lebih baik segera
menikah dan uang yang ada dimanfaatkan untuk modal usaha.
Masih bagi perempuan, menikah juga seringkali
menguburkan impian kaum hawa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih
tinggi. Menikah berarti banyak di rumah mengurus keluarga. Tak banyak waktu, energi
dan biaya yang tersisa untuk melanjutkan pendidikan. Hadirnya UT memberi
secercah harapan bagi masyarakat untuk kembali menggapai mimpi dan cita-citanya.
UT yang mudah dan murah, tersebar di banyak wilayah Indonesia bahkan
mancanegara, membuat simpul-simpul yang selama ini menutup akses masyarakat
terhadap perguruan tinggi satu per satu mulai terurai.
Eksistensi UT
dalam Pendidikan Indonesia
UT semula identik dengan universitas guru dan
orang tua. Stigma ini perlahan memudar. Dalam beberapa tahun terakhir, UT
semakin diminati oleh kalangan muda, yang sebenarnya jika mereka mau, bisa saja
memilih universitas lain.
Ada sejumlah kelebihan UT dari universitas lain
pada umumnya. Sejumlah kelebihan itu antara lain menerapkan sistem
belajar jarak jauh dan terbuka. Istilah jarak jauh berarti pembelajaran
tidak dilakukan secara tatap muka, melainkan menggunakan media, baik media cetak
(modul) maupun non-cetak (audio/video, komputer/internet, siaran radio, dan
televisi). Sedangkan makna terbuka
adalah tidak ada batasan usia, tahun ijazah, masa belajar, waktu registrasi,
dan frekuensi mengikuti ujian. Batasan yang ada hanyalah bahwa setiap mahasiswa
UT harus sudah menamatkan jenjang pendidikan menengah atas (SMA atau yang
sederajat).
Dari segi biaya,
biaya kuliah di UT cukup kompetitif dengan universitas lain. Begitu pula dari
segi pilihan jurusan. Selain sejumlah jurusan yang memang umum ada di kebanyakan
universitas seperti FKIP dan FISIP, UT memiliki sejumlah jurusan lain yang terbilang
langka namun tingkat kebutuhannya di dunia kerja cukup besar yakni Kearsipan
dan Perpustakaan. Hingga 2013, UT sudah memiliki 27 program studi S1, 3 program
studi diploma, 4 program magister yang ditawarkan oleh 4 fakultas dan 1 program
pascasarjana. Disamping program pascasarjana, UT juga sedang mengembangkan
program internasional yaitu program Asean Studies yang bekerjasama dengan 3
perguruan tinggi jarak jauh di negara anggota Asean.
Dengan
sejumlah kelebihan di atas, UT semakin diminati. Bahkan bagi sejumlah kelompok
masyarakat, UT adalah jembatan emas mereka menuju masa depan yang lebih baik.
![]() |
Sumber : klik di sini |
Selain
semakin diminati oleh kalangan muda, kuliah di UT juga menjadi pilihan favorit
banyak pekerja yang sulit untuk meluangkan waktu untuk kuliah di perguruan
tinggi umum, padahal bergelar sarjana sangat penting bagi kariri mereka. Bagi guru-guru
yang belum memiliki gelar sarjana misalnya. Pendidikan jarak jauh, terbuka dan
fleksibel sangat memudahkan mereka untuk memenuhi syarat tersebut. Tak
mengherankan jika hingga Juni 2014, guru adalah mahasiswa UT terbanyak dilihat
dari segi pekerjaan, yakni 319.342
dari total mahasiswa UT sebesar 433.763
pada periode
yang sama sebagaimana ditunjukkan oleh gambar berikut :
![]() |
Sumber : klik di sini |
Dilihat dari segi jender
atau jenis kelamin, sebagaimana ditunjukkan oleh gambar berikut, terlihat bahwa
jumlah perempuan mendominasi dengan jumlah yang lebih dari dua kali lipat
jumlah laki-laki, yakni sebesar 298.436 mahasiswa. Jumlah ini tidak hanya
menggembirakan dari segi angka, namun memiliki banyak arti lain di baliknya. Di
antaranya, meningkatnya partisipasi pendidikan perempuan di tingkat perguruan
tinggi. Salah satu persoalan klasik dalam dunia pendidikan kita terutama jika
dikaitkan dengan peran perempuan dalam pembangunan. Tingkat pendidikan
perempuan yang semakin baik diharapkan berbanding lurus dengan kontribusi
mereka terhadap pembangunan.
![]() |
Sumber : klik di sini |
Tak hanya bagi
pekerja terutama guru yang ingin melengkapi gelar sarjananya, atau perempuan
dan ibu rumah tangga yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi, hadirnya UT juga menjadi secercah harapan bagi tenaga kerja Indonesia
(TKI) yang ingin meraih masa depan lebih baik. UT bisa dibilang adalah
satu-satunya perguruan tinggi dalam negeri yang memberi kesempatan pada TKI
untuk bekerja di luar negeri sembari mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.
Sehingga dengan demikian, TKI tak ubahnya seperti sembari menyelam minum air.
Tinggal di luar
negeri memungkinkan TKI memperoleh banyak pengalaman dan keterampilan baru
seperti penguasaan bahasa asing. Bila kemampuan ini ditunjang dengan pendidikan
tinggi hingga meraih gelar sarjana dan skill tambahan, pilihan untuk meniti
masa depan yang lebih baik sekembalinya ke Tanah Air kian terbuka lebar. Kesadaran
TKI yang semakin tinggi akan pentingnya pendidikan tinggi terlihat dari
meningkatnya jumlah TKI yang melanjutkan pendidikan di UT.
Berdasarkan data per
2 Juni 2014, tercatat ada 2.266 orang yang menempuh pendidikan di UT di
sejumlah negara seperti Arab Saudi, Malaysia, Korea Selatan, Singapura, Taiwan,
bahkan ada pula yang di Amerika Serikat, Australia dan sejumlah negara di Eropa
dan Afrika. Meski tidak seluruhnya adalah TKI, namun proporsi TKI yang
melanjutkan pendidikan tinggi melalui UT semakin banyak dari waktu waktu.
Percepatan ini akan semakin signifikan jika pemerintah semakin membuka akses
TKI untuk kuliah lagi, salah satunya dengan memasukkan item bisa melanjutkan
pendidikan ke dalam poin perjanjian dengan negara-negara yang memperkerjakan
TKI kita.
![]() |
Sumber : klik di sini |
Fakta ‘Mencengangkan’ tentang UT
Popularitas UT semakin bersinar karena
sejumlah kelebihannya sebagaimana telah kita bahas sebagian di antaranya pada
sejumlah poin di atas. Meski demikian, banyak masyarakat yang belum tahu
sejumlah pencapaian dan fakta tentang UT, yang menurut saya sangat luar biasa.
Pertama, UT
adalah universitas negeri. Banyak masyarakat masih bingung dengan status UT
yang dianggap kurang jelas. Negeri apa swasta ya? Hal yang satu ini perlu
semakin disosialisasikan secara lebih luas pada masyarakat terutama generasi
muda. Dengan status sebagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN), masyarakat tidak
perlu cemas soal legalitas perkuliahan dan ijasah serta gelarnya.
Kedua, jumlah mahasiswa UT sangat banyak.
Hingga pertengahan tahun 2014, mahasiswa aktif UT tercatat sebesar 433.763. Sementara itu, hingga awal tahun 2014, jumlah
mahasiswa di seluruh perguruan tinggi di Indonesia baik PTN maupun PTS
diperkirakan sebesar 3,2 juta. Di mana sebanyak 72 % di antaranya ditampung di
perguruan tinggi swasta, dan sisanya di perguruan tinggi negeri. Dengan jumlah
mahasiswa yang sangat banyak ini, UT
tergolong dalam The Top Ten Mega University of the World dan salah satu anggota
sekaligus pendiri The Global Mega-University Network (GMUNET). GMUNET yang
didirikan pada tahun 2003 lalu merupakan jaringan universitas terbuka seluruh
dunia dengan jumlah mahasiswa yang terdaftar lebih dari 100 ribu orang.
Ketiga, prestasi yang mendunia. Tidak hanya
luar biasa dari sejumlah mahasiswa, UT juga menorehkan sejumlah prestasi yang
membanggakan. Di antaranya, berdasarkan
pemeringkatan yang dilakukan oleh Webometrics, sebuah situs yang melakukan
pemeringkatan universitas-universitas di seluruh dunia berdasarkan parameter
digital (konten global yang terindeks oleh Google, jumlah rich file yang
terindeks di Google Scholar dan karya akademik yang terpublikasi di jurnal
internasional) pada Januari 2013 lalu, UT berada di peringkat ke-64 universitas
terbaik di Indonesia dan peringkat 3544 untuk dunia.
Dengan
sejumlah kelebihan UT di atas, fakta menarik dan pencapaian luar biasa yang berhasil
diraihnya, kita bangun optimisme bahwa jalan menuju Indonesia berprestasi mulai
kita tapaki. Dalam jangka pendek dan menengah, target APK Perguruan Tinggi
sebesar 33 persen pada tahun ini dan 35 % pada tahun 2015, bisa kita
capai. Dengan pencapaian yang simultan, persentase ini bisa mencapai 75 % pada
tahun 2030. Semoga.
Bagus. Informatif. Thanks. Layoutnya juga OK :-)
BalasHapusTerimakasih, semoga bermanfaat :)
HapusInformatif......
BalasHapusTerimakasih atas kunjungannya, semoga bermanfaat :)
Hapusthanks infonya
BalasHapus