![]() |
Bagi seorang penulis lepas seperti saya, yang jam terbangnya terbilang
masih sedikit, bisa 'berkenalan' dengan banyak media itu sungguh sebuah
pengalaman yang sangat berharga. Dalam rangka mengukur sekaligus
mengasuh kemampuan diri dalam menulis, satu per satu media dicoba. Dan
Alhamdulillah, meski sementara ini mungkin hanya bisa dihitung dengan
jari telunjuk dan sesekali ditambah dengan jari tengah, sejumlah media
yang dulu sebatas masih menjadi media impian, satu per satu kini menjadi
nyata. Salah satunya ini, rubrik 'Buah Hati' Leisure Republika.
Rubrik 'Buah Hati' di Harian Republika ini bisa jadi adalah salah satu rubrik impian orang tua, terutama ibu, termasuk saya salah satunya :) Dan tulisan saya yang dimuat pada 1 Juli kemarin, mungkin adalah tulisan ke-3 atau ke-4 yang saya kirim. Tak pernah dimuat hingga hitungan lebih dari satu, sempat membuat saya berpikir salah kirim naskah. Ternyata, salah satu sebabnya adalah karena momentum yang kurang tepat :)
Rubrik 'Buah Hati' di Harian Republika ini bisa jadi adalah salah satu rubrik impian orang tua, terutama ibu, termasuk saya salah satunya :) Dan tulisan saya yang dimuat pada 1 Juli kemarin, mungkin adalah tulisan ke-3 atau ke-4 yang saya kirim. Tak pernah dimuat hingga hitungan lebih dari satu, sempat membuat saya berpikir salah kirim naskah. Ternyata, salah satu sebabnya adalah karena momentum yang kurang tepat :)
Judul asli dari tulisan saya di atas sebenarnya adalah 'Istimewanya Rapor Sasha'. Saya kirimkan beberapa hari setelah pembagian rapor di sekolah. Sempat berpikir sudah lewat momentum karena bertepatan dengan permulaan puasa, ternyata masih berkesempatan dimuat, seminggu setelah saya kirim. Alhamdulillah....
Berikut versi aslinya :
* * *
Berikut versi aslinya :
Istimewanya
Rapor Sasha
Pada akhir minggu ke-3 Juni, untuk
ke-8 kalinya saya menerima rapor Sasha selama duduk di bangku SD. Selama
delapan kali itu, nilai dan peringkat Sasha di kelas hampir selalu sama. Yakni
rata-rata delapan untuk nilai, dan peringkat ke-8 atau 9 dari 17 siswa.
Relatif stagnan membuat saya nyaris
tidak pernah merasakan jantung berdebar ketika akan menerima rapor. Bahkan
sebelum berangkat ke sekolah, atau beberapa hari sebelumnya, saya biasanya
sudah bisa menebak berapa nilai dan peringkat Sasha di sekolah. Dan tebakan
saya hampir selalu benar.
Berbeda dengan Sasha yang hampir
selalu berada di posisi 8 atau 9, peringkat di atasnya cukup sering bertukar
posisi. Beberapa ibu telah bergantian maju ke depan kelas mewakili putrinya
yang menempati posisi pertama. Sedang saya, hanya bisa menatap dari kejauhan
tanpa pernah berharap akan pernah mendapat giliran.
Saya tak pernah berkecil hati ataupun
sedih, ketika nilai dan peringkat Sasha nyaris selalu sama. Tetap begitu meski
porsi jam belajarnya ditambah. Sayapun tak mau membandingkannya dengan nilai
dan peringkat saya saat duduk di bangku SD yang nyaris selalu peringkat satu.
“Wah, mama selalu peringkat satu ya
waktu SD?” komentarnya dengan takjub saat mengetahui nilai akademik saya.
“Mbak Sasha gak harus seperti Mama.
Pelajaran kita kan beda? Mbak Sasha hebat lho dapat nilai dan peringkat segitu.
Kan ada bahasa Arab dan bahasa Inggris. Mama belum tentu bisa dapat nilai
sebaik Mbak Sasha kalau dulu dua pelajaran itu ada” jawab saya membesarkan
hatinya.
Nilai akademik Sasha mungkin
‘biasa’, tapi di sisi lain, saya merasa Sasha memiliki nilai istimewa yang
justru tak mampu saya raih saat seusianya.
“Mama, tadi Alisa bilang katanya dia
senang berteman denganku. Katanya aku teman yang baik” cerita Sasha suatu hari
saat pulang sekolah.
“Oya? Tapi hanya Alisa kan yang
bilang kalau Mbak Sasha baik?” tanya saya sekaligus mencoba meredam rasa
ge-ernya agar tidak besar kepala dengan pujian temannya.
“Dinda juga pernah bilang begitu Ma”
jawabnya dengan kalem menyebut nama temannya yang lain.
Saya diam. Soal Sasha sebagai sosok
yang menyenangkan bukan sekali ini saya dengar. Beberapa kerabat dan teman pernah
mengatakan hal itu saat mereka melihat bagaimana Sasha berinteraksi dengan
putra-putri mereka. Sayapun sering mendapatinya bersikap lembut dan sabar pada
adiknya yang sering mengusik waktu dan barang-barangnya. Sasha juga anak yang
pengalah dan menganyomi, membuatnya sering dikerumuni anak-anak yang lebih muda
darinya.
Dari Sasha saya kerap belajar,
bagaimana menyenangkan orang lain agar betah berteman. Sayapun sering salut
dengan sikapnya yang mudah memuji orang lain agar yang bersangkutan merasa
senang dan tak berkecil hati. Misal, saat membuat karya yang kurang bagus.
Jadi, dengan kecerdasan emosionalnya
yang baik itu, saya merasa tak perlu berkecil hati saat hampir selalu mendapati
nilai dan peringkatnya di kelas relatif stagnan. Bagi saya, Sasha selalu
istimewa.
* * *
Wah, Sasha mirip banget kayak anak saya mbka. Dia memang agak kurang motivasinya kalo belajar, tapi saya tidak memaksanya, karena dia juga masih TK. Saya pikir biarlah dia bermain sepuasnya. tapi saya senang saat gurunya memujinya kalau dia suka berteman, penurut, jarang usilin teman, dan berbagai sikap positif lainnya.
BalasHapusBagi kami, itu udah cukup dulu buat modal dia untuk menikmati dunianya, hehee
Nice mbak ririn, thanks for sharing tulisannya mbak
Wah mbak sasha keren..Pasti byk temen2 yg sayang karena mbak sasha baik ya ;)
BalasHapusAnakku jg modelnya bgni mbak kl belajar gampang bosen tp tmn2nya byk yg suka dia jg sabar kl sama tmn2/sepupu yg lebih muda. Setiap orang punya kelebihan masing2 ya ;)
mba, kalau nulis buat buah hari republika, ada minimal berapa kata gak?
BalasHapusterimakasih.