Sumber Foto : rumahzakat.org |
Meningkatnya animo masyarakat dan
negara-negara non muslim terhadap sistem ekonomi Islam dalam beberapa tahun
terakhir sungguh sangat menggembirakan. Tiga dekade lalu, bank syariah sebagai salah satu representasi
keuangan Islam belum dikenal oleh masyarakat. Tapi kini, sistem keuangan
syariah telah beroperasi di lebih 55 negara yang pasarnya tengah bangkit dan
terus berkembang (Lewis dan Algaoud, 2007). Tak tanggung-tanggung, Kanselir dan Menteri Keuangan Inggris, Gordon
Brown bahkan menyerukan Inggris untuk menjadi gerbang bagi perdagangan dan
keuangan Islam. Alhasil, London kini menjadi menjadi salah satu dari tiga besar pusat ekonomi syariah dunia bersama
Dubai dan Kuala Lumpur. Tak hanya di Inggris, geliat kebangkitan ekonomi Islam
juga semakin menguat di sejumlah negara kapitalis lainnya seperti Perancis,
Jerman dan Italia.
Ini merupakan sebuah fenomena yang sangat
menarik mengingat karakteristik masyarakat dan negara maju yang sangat
rasional, kritis dan ilmiah serta mengharapkan keuntungan maksimal dalam setiap
pilihannya. Ternyata, mereka merespon sangat positif dan bahkan mau menerima
sebuah sistem ekonomi yang terbilang baru dan bersumber pada nilai-nilai sebuah
agama yang selama ini acapkali diidentikkan dengan terorisme. Fenomena ini
mengingatkan penulis pada pilihan masyarakat di negara maju terhadap obat
generik.
Sebagaimana kita ketahui, penggunaan obat generik di negara-negara maju
umumnya mencapai hingga 70 persen dari total obat nasional yang digunakan
penduduknya. Ini terjadi karena masyarakat di negara maju umumnya sangat
rasional, kritis dan memiliki informasi yang cukup mengenai manfaat obat. Mereka
lebih mengutamakan khasiat dan manfaat daripada merek obatnya. Sejumlah alasan
ini ini nampaknya juga terlihat dalam pilihan mereka terhadap sistem ekonomi.
Fenomena
‘Obat Generik’ dalam Perkembangan Ekonomi Syariah
Semakin
banyak orang tertarik pada sistem ekonomi syariah bukan karena alasan agama
tetapi karena sistem ini menawarkan “kesepakatan terbaik” dengan sejumlah
keunggulan yang tidak dimiliki oleh sistem ekonomi konvensional. Sebagai
sebuah sistem yang rahmatan lil’alamin, sistem ekonomi Islam memang tidak
diperuntukkan bagi umat Islam saja, tapi bagi seluruh umat manusia.
Karena itulah, sistem ekonomi Islam mudah diadopsi dan diterima oleh semua
kalangan masyarakat di seluruh penjuru dunia.
Semakin banyak masyarakat dan negara-negara
maju yang merasakan manfaat dan kelebihan sistem ekonomi syariah. Seperti, tahan
terhadap krisis karena mengharamkan segala hal yang sifatnya spekulatif dan
merusak tatanan ekonomi dan sosial masyarakat seperti judi dan prostitusi,
menggunakan sistem bagi hasil yang lebih menjamin keadilan dan bisa memberi
keuntungan yang lebih kompetitif. Sejumlah kelebihan ini menjadi daya tarik
tersendiri terutama bagi kalangan non muslim di negara maju yang notabene sangat rasional, kritis dan ilmiah serta mengharapkan keuntungan dan
manfaat maksimal dalam setiap pilihannya.
Ketika
kapitalisme terbukti sangat rapuh untuk menopang perekonomian mereka, dan
justru menciptakan kesenjangan yang semakin menganga lebar antara yang kaya dan
miskin, pelanggaran dan kejahatan perbankan (fraud) yang kian merajalela hingga besarnya kredit macet nasabah
yang memicu ambruknya perekonomian nasional, membuat masyarakat dan negara maju
mulai berpaling dari nilai-nilai kapitalisme yang selama ini menjadi kitab dan kiblat
utama mereka. Tak masalah ketika akhirnya mereka menemukan harapan baru yang jauh lebih menjanjikan justru
dari sebuah sistem ekonomi yang berlandaskan nilai-nilai sebuah agama yang
selama ini sering dicap sebagai agama teroris, yakni Islam. Dalam konteks ini, pemikiran
sederhana inilah yang barangkali ada dalam benak mereka : tak masalah apapun namanya, dari manapun sumbernya, asal sistem itu
bisa memberi imunitas (kekebalan) lebih baik bagi ketahanan ekonomi negara,
lebih kondusif bagi terciptanya keadilan serta kesejahteraan semua warga negara,
kami akan menggunakannya; karena yang kami butuhkan adalah manfaatnya, bukan
labelnya.
Dalam konteks
Indonesia, persoalan ekonomi syariah nampaknya juga memiliki banyak kesamaan
dengan analogi obat generik di atas. Isu halal haram tidak lagi menjadi isu sentral
untuk mempengaruhi pilihan masyarakat muslim terhadap ekonomi dan bank syariah.
Apalagi bagi masyarakat non muslim. Bagi mereka, isu halal haram sama sekali tidak
penting dan tidak ada sangkut pautnya dengan mereka. Masyarakat semakin kritis,
tren dan kebutuhan masyarakat juga semakin kompleks, sehingga tak cukup hanya
mengandalkan isu halal haram tanpa memperhatikan aspek daya saing bank dan
sistem ekonomi syariah secara keseluruhan terhadap bank dan sistem ekonomi konvensional.
Mengadopsi
Filosofi Obat Generik sebagai Strategi Pemasaran Ekonomi Syariah
Perkembangan ekonomi syariah di Tanah Air khususnya
bank syariah sebagai salah satu komponen utama memang sangat menggembirakan
sejak kehadirannya lebih dari dua dekade lalu. Meski demikian, kita terbilang
masih tertinggal dengan sejumlah negara dan kota lain.
Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar
di dunia, kita tak mampu menempatkan Jakarta sebagai salah satu pusat ekonomi syariah dunia. Kita justru
tertinggal oleh Inggris yang berhasil mengantarkan London sebagai tiga besar
pusat ekonomi syariah dunia bersama Dubai dan Kuala Lumpur. Kitapun kalah jauh
dengan Malaysia yang meski usianya hanya lebih tua satu dekade dalam hal
kelahiran bank syariah, namun kemajuan ekonomi dan bank syariah di negeri Jiran
tersebut jauh melampaui kita. Kita harus berlari untuk mengejar ketertinggalan
ini melalui sejumlah terobosan dan strategi yang jitu. Salah satunya dengan
mengadopsi filosofi obat generik dalam strategi pemasaran, sosialisasi dan
edukasi mengenai sistem ekonomi dan bank syariah di Tanah Air. Filosofi obat generik
juga sangat relevan dikaitkan dengan momentum Gerakan Ekonomi Syariah (Gres)
yang baru saja digalakkan oleh pemerintah belum lama ini.
Dalam tataran inplementasi, sejumlah karakter
obat generik yang perlu diadopsi oleh sistem ekonomi syariah khususnya bank
syariah adalah karakteristik utamanya yang murah, mudah didapat namun
khasiatnya tidak kalah dengan obat paten. Artinya, untuk memasarkan,
menyosialisasi dan mengedukasi masyarakat mengenai ekonomi syariah dan
produk-produknya, tidak cukup hanya mengandalkan pendekatan religius normatif
(emosional) dan label syariah saja. Masyarakat membutuhkan materi yang
berwawasan ilmiah, rasional dan obyektif yang tentu saja harus disertai dengan keunggulan,
profesionalitas layanan, kelengkapan fasilitas, serta kemudahan dan kemurahan
untuk menjangkaunya.
Isu halal haram dan label syariah di
masyarakat yang mayoritas penduduknya muslim seperti Indonesia mungkin masih
dianggap penting tapi ini tak lagi
menjadi faktor yang paling dominan bahkan oleh kalangan masyarakat muslim
sendiri. Seperti terlihat dari hasil pemetaan konsumen jangka pendek yang
dilakukan Bank Indonesia pada tahun 2008 lalu yang menyatakan bahwa sekitar 33,8
persen nasabah ternyata memilih bank konvensional, 24,3 persen memilih sesuai
dengan kebutuhan atau keunggulan bank, sebanyak 16,4 persen ikut arus dan hanya
sekitar 9,2 persen nasabah yang memilih bank syariah karena tuntutan lingkungan
(agama).
Berdasarkan data di atas, sebagian
besar masyarakat masih memilih bank konvensional karena sistemnya mudah
dipahami, fasilitasnya lengkap dan jaringannya sangat luas (Yang
Konvensional Masih Pilihan, Jawa Pos, 13 November 2008). Dalam hal ini,
bank konvensional seperti obat generik saja. Sebaliknya, bank syariah justru
seperti obat paten. Bermerek, tapi mahal, rumit dan susah dijangkau. Inilah
tantangan besar sistem ekonomi dan bank syariah saat ini, yakni mampu hadir di
tengah-tengah masyarakat sebagai sistem yang mudah dan murah untuk dijangkau
tanpa diragukan lagi khasiat dan manfaatnya.
Filosofi obat generik juga penting
digunakan oleh masyarakat khususnya kalangan muslim yang menginginkan sistem
ekonomi dan perbankan yang murni syariah atau setidaknya mendekati sistem syariah
sebenarnya. Sebagaimana kita ketahui, sistem ekonomi syariah saat ini sedang booming terutama di negara dengan
mayoritas muslim seperti Indonesia. Kita adalah pasar yang sangat potensial.
Tak mengherankan jika kemudian banyak lembaga keuangan dan perusahaan asing
yang turut meramaikan bisnis ekonomi syariah di Tanah Air.
Sebagai muslim kita harus cerdas dan
proaktif mengedukasi diri agar tidak terjebak pada musang berbulu domba. Bukan tidak mungkin, demi memperoleh
keuntungan maksimal, lembaga keuangan dan perusahaan asing tersebut hanya
menggunakan syariah sebagai label saja. Namun dalam kenyataannya, sistem yang
mereka gunakan tak beda jauh bahkan mungkin sama persis dengan sistem
konvensional. Sikap kritis dan selektif kita adalah salah satu kontribusi nyata
untuk mengawal kebangkitan sistem ekonomi Islam. Bukankah yang terpenting adalah
sistem dan manfaatnya, bukan semata nama atau labelnya?
Memilih sistem ekonomi syariah memang seperti
memilih obat generik. Setujukah Anda? :)
Masyarakat kita memang perlu disosialisasikan mengenai perbankan syariah itu seperti apa, karena dikhawatirkan bank syariah hanya sebagai label saja.
BalasHapusIya Mbak Santi, edukasi dan sosialisasi mengenai ekonomi dan bank syariah harus dilakukan secara lebih masif, dan kita sebagai bagian dari masyarakat muslim harus melakukannya secara proaktif agar tidak terjebak pada labelling saja, karena tidak semua produk yang berlabel syariah itu pasti syar'i :)
Hapusdalam bingkai peran masy sebagai kontrol sosial, pengetahuan produk perbankan syari'ah merupakan sebuah keharusan agar bisa melihat sejauh mana suatu bank syari'ah menjalan kan aturan mainnya. secara garis besar
BalasHapusterbagi dalam 3 golongan. Produk Penghimunan Dana, Produk Penyaluran Dana, dan
Produk Pelayanan Jasa Perbankan. yang termasuk dalam
golongan Produk Penghimpunan Dana, diantaranya adalah:
1. Giro Syari'ah,
Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/giro-syariah.html
2. Tabungan
Syari'ah, Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/tabungan-syariah.html
3. Deposito
Syari'ah, Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/deposito-syariah.html
yang termasuk dalam golongan Produk Penyaluran Dana, diantaranya adalah:
1. Pembiayaan Atas
Dasar Akad Mudharabah, Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/pembiayaan-atas-dasar-akad-mudharabah.html
2. Pembiayaan Atas
Dasar Akad Musyarakah, Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/pembiayaan-atas-dasar-akad-musyarakah.html
3. Pembiayaan Atas
Dasar Akad Murabahah, Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/pembiayaan-atas-dasar-akad-murabahah.html
4. Pembiayaan Atas
Dasar Akad Salam, Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/pembiayaan-atas-dasar-akad-salam.html
5. Pembiayaan Atas
Dasar Akad Istishna', Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/pembiayaan-atas-dasar-akad-istishna.html
6. Pembiayaan Atas
Dasar Akad Ijarah, Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/pembiayaan-atas-dasar-akad-ijarah.html
7. Pembiayaan Atas
Dasar Akad Qardh, Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/pembiayaan-atas-dasar-akad-qardh.html
8. Pembiayaan
Multijasa, Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/pembiayaan-mutijasa.html
yang termasuk dalam
golongan Produk Pelayanan Jasa Perbankan, diantaranya adalah:
1. Letter of Credit (L/C) import Syari'ah,
Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/letter-of-credit-lc-import-syariah.html
2. Bank Garansi
Syari'ah, Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/bank-garansi-syariah.html
3. Penukaran Valuta
Asing (Sharf), Penjelasannya, silahkan baca di http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/penukaran-valuta-asing-sharf.html
Terimakasih atas kunjungan dan informasinya.... :)
Hapussaya baru tau, terimakasih share nya
BalasHapus