Acara masak-memasak di sebuah saluran televisi khusus memasak
siang itu memantik kesadaran saya betapa pentingnya arti sebuah promosi
yang kreatif untuk memajukan sektor pariwisata sebuah negara. Di acara yang
dipandu oleh dua presenter tersebut, satu dari Malaysia dan satu dari Indonesia,
terlihat jelas bagaimana agresifnya presenter Malaysia mempromosikan tempoyak sebagai salah satu makanan khas
dan kebanggaan masyarakat Perak, salah satu kota di Malaysia.
![]() |
Tempoyak yang belum dimasak, sumber foto Wikipedia |
Sejenak saya terdiam lalu terlintas sebuah pikiran negatif,
“Jangan-jangan, Malaysia nge-klaim lagi nih”.
Saya berasumsi demikian, karena sebagai orang yang besar di Sumatera, tepatnya di Provinsi Lampung, saya sangat familiar dengan tempoyak. Makanan yang terbuat dari durian yang difermentasi ini saya anggap sebagai miliknya orang Lampung, milik orang Sumatera. Pokoknya, Indonesia punya :)
Saya berasumsi demikian, karena sebagai orang yang besar di Sumatera, tepatnya di Provinsi Lampung, saya sangat familiar dengan tempoyak. Makanan yang terbuat dari durian yang difermentasi ini saya anggap sebagai miliknya orang Lampung, milik orang Sumatera. Pokoknya, Indonesia punya :)
Eitss, tunggu dulu. Pikir saya kemudian. Sebelum berprasangka
lebih jauh terhadap saudara serumpun kita itu, saya searching di internet.
Sebenarnya, asal tempoyak itu dari
mana dan milik siapa?
Dari sejumlah penelusuran di dunia maya saya dapatkan informasi bahwa
tempoyak ternyata merupakan makanan
khas rumpun bangsa Melayu, yaitu Indonesia (antara lain Lampung, Palembang dan
Kalimantan) dan Malaysia. Artinya, tempoyak
bukan hanya milik orang Indonesia. Jika kemudian dunia lebih mengenal tempoyak sebagai salah satu makanan khas
Malaysia, salah siapa coba? Tak bisa kita pungkiri, Malaysia merupakan salah
satu negara yang tak hanya sangat rajin dan sungguh-sungguh merawat tradisi dan
budaya masyarakatnya, namun juga sangat gencar dan kreatif dalam mempromosikan sektor
dan aset pariwisatanya ke berbagai penjuru dunia melalui berbagai media,
termasuk dalam acara masak-memasak tadi yang sangat sarat dengan promosi pariwisata
di dalamnya.
Pariwisata
sebagai Primadona Ekonomi Baru
Sektor pariwisata kini muncul sebagai salah satu primadona baru
ekonomi masyarakat dan negara-negara di dunia. Munculnya tren ini didorong oleh
banyak faktor. Salah satu sebab utamanya adalah semakin menipisnya sumber daya
alam yang selama ini menjadi sandaran utama sehingga memaksa banyak negara
mencari sumber alternatif lain yang tak kalah prospektif. Hadirnya gelombang
ekonomi baru dalam peradaban manusia yakni era ekonomi kreatif, turut
mengakselerasi eksistensi dan kontribusi sektor pariwisata sebagai primadona
ekonomi baru. Dalam perkembangannya, sektor ini terbukti mampu mendatangkan
banyak keuntungan ekonomi dan sejumlah keuntungan lain yang sangat bermanfaat
untuk memajukan kehidupan masyarakat dan negara sebagaimana ditunjukkan oleh
sejumlah data.
Data International Labour Organization
atau ILO misalnya. Menurut ILO, sektor pariwisata telah menciptakan 244 juta
pekerjaan atau 8,7 persen dari penyerapan tenaga kerja di dunia (sekitar 1 dari
12 pekerjaaan di dunia) pada tahun 2011 lalu, di mana setiap 1 pekerjaan di
sektor pariwisata umumnya menciptakan 2 pekerjaan di sektor terkait. Data
ILO ini sejalan dengan hasil kajian World Economic Forum (WEF) terhadap sektor
pariwisata yang menunjukkan bahwa kontribusi sektor ini terhadap PDB dan
penyediaan lapangan kerja rata-rata mencapai 9 persen setiap tahunnya dengan
tren kenaikan yang sangat positif dari tahun ke tahun. Untuk kawasan Asia
Tenggara, WEF mencatat kontribusi sektor pariwisata mencapai 4,6 persen
terhadap PDB negara-negara ASEAN dan 10,9 persen jika dihitung dengan dampak
tidak langsungnya. Dampak positif lainnya adalah 9,3 juta orang bekerja di
sektor ini dan diperkirakan mencapai 25 juta orang bila dihitung dengan dampak
tidak langsung.
Untuk Indonesia sendiri, berdasarkan
data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012, sektor
pariwisata sepanjang 2011 berkontribusi sebesar 8,554 miliar dolar AS bagi
devisa negara. Nilai kontribusi ini menempatkan pariwisata dalam ranking kelima
di bawah migas, batu bara, minyak kelapa sawit dan karet olahan. Dari sisi
penyerapan tenaga kerja, tercatat sebanyak 8,53 juta orang bergerak di bidang
pariwisata atau mencapai kontribusi 7,72 persen untuk tahun yang sama. Pajak
tak langsung dari sektor pariwisata pada 2011 mencapai Rp10,72 triliun atau
berkontribusi sebesar 3,85 persen. Adapun upah dari sektor pariwisata pada 2011
mencapai Rp96,57 triliun atau naik dibandingkan tahun 2010 yang mencapai
Rp84,80 triliun.
Tak hanya sangat penting dilihat dari
kontribusinya terhadap PDB dan penyediaan lapangan kerja, sektor pariwisata
juga dinilai berpengaruh positif dalam memajukan ekspor suatu negara dan terciptanya
pembangunan yang berkelanjutan melalui sustainable
tourism. Prospek pariwisata ke depan juga sangat menjanjikan, sebagaimana
dikemukakan oleh World Tourism
Organization (WTO) yang memperkirakan jumlah wisatawan dunia akan mencapai sekitar
1,602 milyar orang pada tahun 2020, di mana sekitar 438 juta orang di antaranya
berada di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Dengan perkiraan jumlah wisatawan
sebanyak ini, sektor pariwisata diperkirakan akan mampu menciptakan pendapatan
dunia sebesar USD 2 triliun pada tahun 2020.
Dengan sejumlah kontribusi penting dan
prediksi sangat menjanjikan di atas, tak mengherankan jika kemudian banyak
negara menjadikan pariwisata sebagai primadona ekonomi baru, berdampingan
bahkan mulai menggantikan sektor lain yang selama ini menjadi sandaran utama
seperti minyak dan gas bumi. Persaingan di sektor inipun dipastikan akan semakin
sengit karena kesadaran setiap negara tentang pentingnya pariwisata sebagai
pilar pembangunan ekonomi semakin meningkat. Banyak negara telah ‘pasang
kuda-kuda’, siapa cepat dia dapat.
Promosi,
Kunci Memenangkan Persaingan
Seiring dengan semakin ketatnya
persaingan di sektor pariwisata, negara-negara di dunia kian gencar melakukan
promosi pariwisatanya melalui berbagai cara dan media. Promosi diyakini sebagai
cara paling efektif untuk memperkenalkan kekayaan budaya dan pariwisata sebuah
negara kepada dunia. Semakin banyak yang tau dan tertarik, maka akan semakin
besar peluang negara yang bersangkutan menjadi destinasi favorit. Dengan begitu,
pendapatan negara dari sektor ini bisa bertambah secara signifikan, roda
perekonomian masyarakat terus berputar, tercipta lapangan kerja baru,
kesejahteraan masyarakat meningkat dan sejumlah multiplier effect lainnya.
Agar hasilnya optimal, promosi tidak lagi hanya dilakukan melalui cara-cara
mainstream seperti iklan di media
massa cetak dan elektronik baik dalam maupun luar negeri, namun juga dikemas secara
kreatif melalui berbagai cara dan media lain secara tidak langsung. Seperti yang
dilakukan oleh presenter Malaysia dalam acara masak-memasak yang saya ceritakan
di awal tulisan ini. Meski tema besar acara tersebut adalah memasak, namun ada
‘promosi terselubung’ yang dikemas secara apik di dalamnya. Uniknya lagi, kesadaran,
rasa memiliki dan tanggung jawab sebagai duta promosi pariwisata seakan telah
mendarah daging dalam banyak benak orang Malaysia. Bersama-sama, mereka gencar
mempromosikan pariwisatanya yang terkenal dengan jargon “the truly asia”. Sesuatu
yang patut kita tiru mengingat Indonesia memiliki banyak sekali potensi
pariwisata yang sebagian besar di antaranya tak ubahnya masih seperti harun
karun. Banyak potensi pariwisata Indonesia yang belum dikenal oleh dunia bahkan
oleh masyarakat Indonesia sendiri.
Kurangnya anggaran menjadi salah satu sebab utama tertinggalnya
promosi pariwisata kita dari negara-negara tetangga. Menurut data dari Badan
Promosi Pariwisata Indonesia (BPPI), dari kebutuhan ideal sebanyak Rp 1 triliun
per tahun untuk biaya promosi, BPPI hanya mendapat kucuran anggaran sebesar Rp
20 miliar dari APBN. Kurang optimalnya
promosi pariwisata Indonesia membuat kita hanya berhasil menempati posisi
kelima di Asia Tenggara di bawah Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei
Darussalam dilihat dari berbagai aspek keunggulan pariwisatanya, sebagaimana
disebutkan dalam ‘The ASEAN Travel & Tourism Competitiveness Report
2012’ oleh World Economic Forum.
Padahal, dilihat dari segi potensi pariwisata yang jauh lebih banyak dan
beragam, kita seharusnya lebih unggul dari keempat negara tersebut.
Geliat
Promosi Pariwisata Indonesia
Di tengah keterbatasan anggaran dan gempuran promosi pariwisata
negara lain yang semakin gencar, promosi pariwisata Indonesia sebenarnya mulai
menunjukkan indikasi kebangkitannya. Dalam tataran pemerintahan misalnya, hadirnya
kementerian baru yang lebih fokus mengurusi bidang pariwisata dalam
Pemerintahan Kabinet Bersatu yakni Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf)
merupakan salah satu wujud keseriusan dan komitmen pemerintah untuk memajukan
sektor pariwisata di Tanah Air. Kementerian ini tidak hanya fokus pada
pengembangan sektor pariwisata namun sekaligus juga menyandingkannya dengan
ekonomi kreatif sebagai satu kesatuan yang saling mendukung satu sama lain.
Dengan jargon 'Wonderful Indonesia', Kemenparekraf melakukan sejumlah
terobosan penting. Seperti yang dilakukan pada tahun 2012 lalu melalui tiga
strategi utama, yakni sales mission atau direct selling, penyelenggaraan acara berskala
nasional maupun internasional dan pergelaran festival serta pekan seni budaya
langsung di daerah-daerah potensial. Selain tiga strategi ini, Kemenparekraf
juga mengoptimalkan promosi khusus untuk menyasar segmen-segmen tertentu
seperti promosi secara online dan mengoptimalkan fungsi pusat informasi wisata
yang telah ada misalnya di bandara-bandara internasional di Tanah Air. Strategi
promosi pariwisata ini terbukti cukup efektif yang antara lain ditunjukkan oleh
kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) yang melebihi target 8 juta orang sampai
akhir 2012.
Selanjutnya,
Kemenparekraf juga menyiapkan road map yang lebih luas untuk memperkenalkan 16
kawasan strategi pariwisata nasional (KSPN) dan tujuh kawasan minat khusus di
Indonesia yang diharapkan sudah tersosialisasi dengan baik pada tahun 2014.
Ke-16 KSPN dan 7 kawasan minat khusus itu antara lain Sumatera dengan Danau
Toba dan sekitarnya; Jakarta dengan Kota Tua dan Kepulauan Seribu; Yogyakarta
dengan Borobudur dan sekitarnya; Jawa Timur dengan Gunung Bromo dan Tengger;
Bali dengan Menjangan, Pemuteran; NTB dengan Rinjani; NTT dengan Kalimutu;
Kalimantan dengan Derawan dan Tanjungputting; Sulawesi dengan Bunaken dan
Wakatobi; Papua dengan Raja Ampat. Sementara untuk tujuh minat khusus meliputi
wisata sejarah, shopping,
spa,
sport, kesehatan, cruise, dan MICE (Meeting, Incentive, Convention,
dan Exhibition).
Meski terbilang tertinggal dari negara
lain, geliat promosi pariwisata juga mulai serius dilakukan oleh pihak swasta.
Salah satunya dengan munculnya saluran televisi kabel yang khusus mengulas
tentang keindahan dan pariwisata Nusantara yakni Indonesia Channel. Saluran
televisi ini merupakan hasil kerja sama DNA Production, TelkomVision dan
Kemenparekraf. Kehadiran saluran televisi kabel dengan dua bahasa ini (Bahasa
Indonesia dan Bahasa Inggris) diharapkan dapat membantu masyarakat untuk lebih
mengenal Indonesia dari sisi pariwisata dan industri kreatif. Para traveller
juga diharapkan bisa mendapat beragam informasi seputar destinasi. Selain
saluran khusus ini, sejumlah stasiun televisi swasta juga menambah porsi acara
mengenai pariwisata Tanah Air. Sama halnya dengan Malaysia, sejumlah acara lain
seperti acara memasak atau fashion juga
mulai disisipi promosi pariwisata di dalamnya.
Selain media televisi, promosi
pariwisata Tanah Air juga kian gencar dilakukan di dunia maya. Semakin banyak
website atau situs yang secara khusus mengulas dan mempromosikan pariwisata
Indonesia. Salah satu yang meramaikan kancah ini adalah
adirafacesofindonesia.com. Di web ini, pengunjung bisa membaca artikel yang
diisi oleh para member dan juga tim ekspedisi yang sengaja menyelami
kawasan-kawasan wisata dari Sabang hingga Merauke. Web ini juga menampung
tulisan dari masyarakat yang ingin berpartisipasi mempromosikan pariwisata
daerahnya. Untuk lebih menarik minat masyarakat, adirafacesofindonesia.com juga
sering mengadakan kompetisi atau kuis, yang terbukti cukup signifikan menaikkan
traffic pengunjung web.
Selain sejumlah media dan cara di atas, ada
satu lagi potensi besar yang kita miliki untuk mendongkrak sektor pariwisata
Indonesia, yakni perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat di Tanah
Air terutama dilihat dari jumlah masyarakat pengguna internet yang jumlahnya cukup
fantastis. Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebutkan,
hingga akhir Desember 2012 lalu, pengguna internet di Indonesia telah mencapai
63 juta orang. Padahal, jumlahnya hanya sekitar 2 juta orang pada tahun 2000.
Tak hanya jumlahnya yang menunjukkan tren
kenaikan signifikan dari tahun ke tahun, waktu yang dihabiskan masyarakat untuk
berselancar di dunia maya juga diprediksi akan terus bertambah. Saat ini,
rata-rata pengguna Internet di Indonesia “membelanjakan waktunya” sekitar 35
jam per minggu atau lima jam per hari. Selama lima jam itu, beragam
aktivitas yang dilakukan pengakses Internet antara lain menjelajahi berbagai
situs berita, sosial media, blog, video, dan berbagai informasi di dunia maya.
Tren ini diperkirakan akan semakin bertambah dalam tiga atau empat tahun lagi
sehingga waktu yang dihabiskan masyarakat untuk mengakses Internet nantinya akan
mengalahkan waktu yang mereka habiskan untuk mengakses media televisi dan
cetak.
Di satu sisi, tren di atas bisa
menjadi sarana promosi yang sangat luar biasa karena sebagai media yang lintas
batas daerah bahkan negara, internet bisa digunakan sebagai sarana dan cara promosi
pariwisata secara murah dan meriah. Apalagi, tidak hanya jumlah pengguna
jejaring sosial (terutama Facebook dan Twitter) saja yang meningkat namun juga
jumlah blogger (penulis di dunia maya). Menurut data yang
dirilis ASEAN Blogger Chapter Indonesia, jumlah blogger di
Indonesia telah mencapai 5 juta blogger pada tahun 2012 lalu. Meningkat tajam
dari lima tahun sebelumnya (2007) yang baru mencapai 500.000 blogger. Jumlah
yang sangat besar dan tren peningkatan yang positif dari tahun ke tahun, tak
ubahnya seperti ‘macan tidur’ yang harus segera kita bangunkan agar Indonesia
bisa segera menjadi pemain utama dalam industri pariwisata dunia.
Sebagaimana diketahui, hadirnya internet telah memberi perubahan
besar dalam banyak sektor ehidupan manusia termasuk sektor pariwisata. Penggunaan
internet bahkan memiliki korelasi yang sangat positif dengan peningkatan jumlah
wisatawan di suatu negara. Seperti disebutkan oleh data WTO, ada empat negara
penyumbang wisatawan terbesar di dunia yakni Amerika Serikat, Jerman, Jepang
dan Inggris, yang menyumbang sekitar 41 persen dari pendapatan pariwisata
dunia. Uniknya, ternyata dari segi teknologi, keempat negara ini merupakan
negara-negara pengguna teknologi informasi terbesar di dunia khususnya
internet, yakni sebesar 79 persen dari populasi internet dunia (tahun 1997) atau
sekitar 130 juta pengguna internet. Dari sinilah kemudian didapat korelasi yang
erat antara pemakaian teknologi informasi khususnya internet dengan peningkatan
jumlah wisatawan di suatu negara.
Pentingnya
teknologi khususnya internet sebagai akselerator kegiatan sosial dan bisnis
masyarakat termasuk pariwisata di dalamnya juga diungkapkan oleh Richard
Florida melalui konsep 3T-nya yakni : Talenta, Toleransi dan Teknologi. Secara sederhana,
Talenta mengacu pada SDM-SDM yang mampu menciptakan ide atau
gagasan yang kreatif. Agar Talenta bisa berkembang optimal, diperlukan sikap
toleran dari masyarakat, yakni sikap terbuka dan penerimaan terhadap hal-hal
baru yang mungkin saja terkesan liar dan tidak biasa. Kehadiran Teknologi
menjadi akselator untuk mempercepat, meningkatkan kualitas dan mempermudah
kegiatan bisnis dan sosial masyarakat. Ketiga komponen inilah yang nantinya
akan menjadi pilar utama bagi terbangunnya kawasan industri yang canggih dan
mampu memenangkan persaingan di era ekonomi kreatif. Terkait dengan 3T ini,
Indonesia sebenarnya telah cukup memiliki ketiganya yakni SDM yang sangat besar
jumlahnya, sikap toleran masyarakat terhadap hal-hal baru dan perkembangan
teknologi informasi yang sangat pesat. Tinggal menyinergiskan satu sama lain
sehingga menjelma menjadi satu kekuatan besar yang bisa mendorong Indonesia
menjadi negara terkemuka di bidang pariwisata.
‘Keajaiban’ Promosi di Ujung Jari
Kehadiran
internet membuat biaya promosi yang semula sangat mahal kini dapat dipangkas
sedemikian rupa. Tarif yang semakin murah didukung oleh perangkat teknologi
yang harganya kian terjangkau membuat internet kini bisa dijangkau oleh hampir
semua lapisan masyarakat hingga ke pelosok negeri. Dengan sentuhan di ujung
jarinya, kini masyarakat yang terhubung dengan internet dapat menjadi duta
promosi budaya melalui berbagai media seperti Facebook, Twitter, Blogging,
Chatting, Forum seperti Kaskus, Email, dan sebagainya. Di ujung
jari pengguna internet ini, promosi pariwisata Indonesia dapat menembus batas
ruang dan waktu dengan biaya yang sangat murah, mudah
diakses di manapun dan kapanpun, mampu menyediakan informasi sedetil mungkin seperti
harga, lokasi, informasi sekitar, cuaca, atraksi, events, secara interaktif dan
up to date, serta jangkauan yang
sangat luas ke seluruh dunia. Sebuah keajaiban yang sangat luar biasa jika
kesadaran, rasa memiliki dan tanggung jawab sebagai ‘duta promosi’ pariwisata
terpatri dalam hati setiap pengguna internet di negeri ini. Mengingat jumlah
pengguna internet di Indonesia sangat besar dengan tren kenaikan yang
signifikan dari waktu ke waktu.
Sejumlah tren yang sedang booming
di kalangan pengguna internet dapat dimanfaatkan untuk mewujudkan harapan di
atas. Sebagaimana diketahui, seiring dengan semakin diperhitungkannya kehidupan
di dunia maya, muncul sejumlah hobi baru masyarakat bahkan sejumlah pekerjaan
baru yang sebelumnya tidak ada. Satu dari sekian hobi baru yang muncul dan
menjadi booming terutama di kalangan
pengguna jejaring sosial dan blogger Tanah Air adalah sebagai quiz hunter atau para pemburu kuis. Para pemburu kuis ini biasanya
sangat antusias mengikuti berbagai kuis yang diadakan di dunia maya. Tak semata
tergiur oleh hadiah yang ditawarkan, para pemburu kuis juga memanfaatkan
kompetisi sebagai sarana belajar dan asah kemampuan, menyalurkan hobi (menulis
atau fotografi), berbagi informasi dan
sebagainya. Banyak manfaat yang didapat jika bisa memanfaatkan TI dengan
benar dan optimal. Tak hanya teman, tapi juga penghasilan. Tak hanya untuk
sosialisasi, namun juga bisa menjadi sarana untuk membangun relasi bisnis yang
tak terbatas.
Di sisi lain, tak hanya masyarakat yang semakin merasa bahwa
kehidupan di dunia maya kian hari kian penting. Setali tiga uang, semakin banyak produsen atau perusahaan yang
memanfaatkan booming TI sebagai
sarana promosi yang murah meriah dengan efektivitas yang cukup tinggi. Salah
satunya dengan mempekerjakan buzzer,
atau pengelola jejaring sosial agar si perusahaan atau institusi yang
bersangkutan selalu eksis di dunia maya karena persaingan di dunia mayapun kian
hari juga semakin sengit. Tak hanya mempekerjakan buzzer, banyak perusahaan juga gencar mengadakan kuis atau lomba
sebagai media promosi. Cost untuk
menyelenggarakan sebuah kompetisi terbilang jauh lebih murah dibandingkan biaya
pasang iklan di media cetak atau elektronik. ‘Waktu promosi’ bisa dibuat lebih
panjang dibanding masa tayang iklan di media yang relatif lebih pendek dan
terbatas. Hubungan antara produsen dan masyarakat juga bisa menjadi lebih
interaktif karena memungkinkan masyarakat ikut memberi masukan melalui tulisan
atau foto yang mereka ikut sertakan dalam kompetisi. Sebuah hubungan yang
saling menguntungkan.
Butuh Akselerasi
dan Sinergi
Dibutuhkan sejumlah langkah akselerasi dan sinergi untuk membangun
jejaring kesadaran, rasa memiliki dan tanggung jawab seluruh komponen bangsa
untuk turut andil mempromosikan pariwisata Indonesia di era digital saat ini.
Peran dan sinergi semua pihak mutlak diperlukan.
Dari sisi pemerintah, bisa diwujudkan dengan memberi insentif
pajak bagi perusahaan atau institusi yang mengintegrasikan kegiatan promosi
komersialnya dengan promosi pariwisata Indonesia. Kesadaran untuk mempromosikan
pariwisata Indonesia oleh dunia usaha sebenarnya semakin menguat. Di antaranya
terlihat oleh maraknya lomba atau kuis yang mengangkat tema tentang kekayaan
budaya dan potensi pariwisata di Indonesia yang oleh si perusahaan kemudian
disinergiskan dengan promosi produknya, baik itu makanan, minuman, properti dan
bahkan otomotif. Alhasil, banyak aset budaya yang semula tersembunyi, perlahan
terkuak dan mulai dikenal masyarakat Indonesia bahkan dunia. Kalangan dunia
usaha tentu akan semakin bergairah jika pemerintah memberikan insentif seperti
pengurangan pajak bagi perusahaan atau lembaga yang melakukan terobosan ini.
Sinergi antara pemerintah dan dunia usaha ini akan semakin melejitkan
penyebaran informasi promosi pariwisata Indonesia dengan melibatkan masyarakat
terutama masyarakat pengguna internet sebagai aktor utama.
Peran operator seluler juga sangat signifikan dalam mendongkrak
sektor pariwisata di Tanah Air. Selain peningkatan layanan, jaringan yang lebih
luas dengan harga yang semakin terjangkau masyarakat, perusahaan operator
seluler juga dapat ambil bagian dengan memberikan sosialisasi, edukasi dan
bahkan fasilitas langsung kepada masyarakat terutama masyarakat yang berada di
kawasan wisata potensial dan sentra ekonomi kreatif yang belum memiliki
infrastruktur teknologi informasi untuk mempromosikan sektor wisata dan produk
ekonomi kreatifnya secara luas ke dunia luar. Sebagaimana diketahui, tren
kemunculan desa wisata semakin marak di Tanah Air. Sayangnya, tidak semua desa
wisata atau desa yang memiliki potensi wisata memiliki pengetahuan dan
kemampuan untuk mempromosikan desanya melalui sarana teknologi informasi
khususnya internet. Sebaliknya, banyak pula desa di Tanah Air yang sudah
berbasis teknologi informasi atau melek teknologi namun pemanfaatannya belum
optimal. Dalam konteks inilah, perusahaan operator seluler dapat ambil bagian
dengan menggandeng kalangan akademisi dan dunia pendidikan untuk bersama-sama
mencerdaskan masyarakat dalam memanfaatkan teknologi informasi.
Sektor pariwisata akan semakin menggeliat jika lembaga keuangan
dan perbankan juga kian memainkan perannya dengan lebih optimal, terutama dalam
hal penyediaan akses permodalan bagi individu maupun kelompok masyarakat yang
bergerak di bidang pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif. Salah satunya
melalui program Kredit Usaha Rakyat atau KUR. Akses terhadap modal bagi lulusan
perguruan tinggi yang memiliki komitmen tinggi dan usaha nyata dalam
mempromosikan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif juga harus semakin terbuka
lebar. Salah satunya dengan menjadikan ijasah mereka sebagai agunan untuk
mendapatkan modal usaha. Ide yang cetuskan oleh Menteri Pendidikan M.Nuh ini
semoga segera terealisasi. Karena sangat disayang jika SDM-SDM kreatif kita tak
mampu berkembang optimal hanya karena ketiadaan akses terhadap modal.
Keberhasilan
kerjasama dan sinergitas di atas juga sangat ditentukan oleh peran Pemerintah
Daerah sebagaimana telah diamanahkan dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan UU ini, maka pemerintah daerah memiliki
wewenang dan andil yang besar untuk mengoptimalkan sektor pariwisata daerahnya
termasuk dalam hal promosi. Secara sederhana, burden sharing promosi dapat dilakukan melalui cara berikut : pemerintah
pusat melakukan country-image promotion, daerah melakukan destination
promotion sesuai dengan keunggulan daerah masing-masing, sedangkan industri
atau swasta melakukan product promotion masing-masing pelaku industri.
Catatan
Penutup
Tak
bisa dipungkiri, kegiatan promosi memiliki arti sangat penting untuk
mendongkrak sektor pariwisata. Namun, promosi saja tidak cukup. Perlu ada tindak lanjut nyata sebelum dan sesudah promosi dilakukan. Mulai dari pengembangan dan perawatan infrastruktur
pariwisata, peningkatan aspek keamanan, kemudahan akses transportasi serta kemudahan
dan kenyamanan lainnya. Artinya, yang diperlukan untuk mengoptimalkan sektor pariwisata tidak hanya sekadar promosi, namun
juga komitmen dan perhatian nyata dari semua
pihak terutama pemerintah (baik pusat maupun daerah) untuk lebih serius mengelolanya.
Betapa pentingnya aspek lain selain
promosi terlihat jelas dalam sejumlah destinasi di negara tetangga yang ramai
dikunjungi wisatawan asing meski pesona alam dan wisatanya bisa jadi masih
kalah dari Indonesia. Salah satu sebabnya adalah karena mereka memiliki
infrastruktur dan jasa penunjang yang memadai. Angkor Watt versus Borobudur misalnya. Pengunjung Borobudur yang notabene lebih
elok dan memikat kalah jauh jumlahnya dengan pengunjung Angkor Watt yang
mencapai 1,5 juta wisatawan asing per tahunnya. Begitu pula dengan Pantai
Huahin di Thailand yang disesaki oleh ratusan ribu turis mancanegara per tahun,
sedangkan pantai Natsepa di Teluk Ambon yang butiran pasirnya begitu bercahaya justru
kurang dilirik oleh wisatawan asing bahkan mungkin oleh masyarakat Indonesia
sendiri.
Selain pengadaan
infrastruktur dan fasilitas penunjang yang memadai, hal penting lain yang juga
perlu disandingkan dengan kegiatan promosi adalah mematenkan hak kekayaan
intelektual dan aset budaya bangsa. Sebagaimana diketahui, upaya mematenkan
kekayaan dan aset budaya bangsa Indonesia masih sama memprihatinkannya dengan
kegiatan promosi itu sendiri. Padahal, banyak negara telah memberikan perhatian
yang sangat serius pada masalah ini. Tak jarang, sebuah negara bahkan
mematenkan aset budaya negara lain karena menganggapnya memiliki prospek
ekonomi yang sangat cerah di kemudian hari. Kita adalah salah satu negara yang
cukup sering kecolongan dalam hal
ini.
Akhir kata,
kebangkitan sektor pariwisata Indonesia sudah di depan mata. Kita memiliki
banyak potensi baik dari segi aset budaya dan kekayaan alam, SDM yang kreatif
juga perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat. Semua potensi ini
memungkinkan kita menjadi pemain utama di bidang pariwisata. Saatnya
bersinergi, menyatukan komitmen dan langkah, untuk bersama-sama mewujudkan
harapan ini. Kita pasti bisa…...
Weis... panjang sekali mba ulasannya:) Indonesia memang sangat 'miskin' promosi akan Indonesia nya. Sayang sekali ya...
BalasHapussektor yang satu ini memang sangat kompleks Mbak Santi :)
HapusAhhhh lagi-lagii.. mulai sekarang saya mau nulis juga soal makanan indonesia ahhh mbak di blog
BalasHapusgreat idea Mbak, kuliner termasuk salah satu primadona saat ini, terutama di timur tengah :)
BalasHapus