![]() |
Foto : www.rizwanashraf.com |
Kami berkenalan di
Facebook, akrab begitu saja sejak pertama kali berkenalan. Kebetulan
kami punya hobi yang sama, menulis. Dari berdiskusi seru soal tulisan,
saya akhirnya tau cukup banyak tentang dirinya. Ternyata dia tinggal di
salah satu negara impian saya, memiliki keluarga kecil yang sangat
bahagia dan terlihat begitu sempurna. Alur hidupnya begitu inspiratif
hingga saya menyimpulkan, saya sungguh iri padanya. Pada apa yang telah
diraih dan dimilikinya.
Tapi coba saya buang jauh-jauh
rasa itu. Apa manfaatnya bagi saya menyimpan rasa iri terus menerus di
dalam hati hingga saya lupa mensyukuri banyak hal yang telah Allah
anugerahkan pada saya? Bukankah setiap mahkluk terlahir istimewa dengan
segala kekurangan dan kelebihannya? Dan bukankah kesempurnaan hanya
milik Allah semata?
*****
Komunikasi
kami mulai jarang seiring dengan kesibukan saya di kampus, begitu pula
dia dengan seabrek kegiatannya nun jauh di sana. Sayapun hampir lupa
pernah sangat iri padanya. Sampai suatu ketika, saya begitu terhenyak
membaca status terbarunya, tentang sakit kronis yang dialaminya. Sebuah
penyakit yang saya rasa tak seorangpun ingin mengidapnya meski asuransi
kesehatan akan memberi pelayanan terbaik di rumah sakit manapun di
seluruh penjuru dunia.
Saya terdiam beberapa saat,
turut berduka atas musibah yang tengah menimpanya. Di sisi lain merasa
bahwa sakitnya adalah teguran bagi saya, untuk tak perlu merasa iri
dengan segala pencapaian dan kebahagiaan orang lain. Bukankah kebahagian
yang sangat luar biasa terkadang bersanding dengan kesedihan yang juga
luar biasa? Dengan sakit kronis yang kini diidapnya, masihkah saya akan
merasa iri padanya?
Saya hanya semakin percaya, bahwa apa yang Allah berikan pada saya adalah yang terbaik.....
Aku juga menyimpulkan bahwa diam-diam aku juga iri dengan Mbak Ririn yang tulisan-tulisannya begitu mengalir dan enak dibaca
BalasHapusorang itu wang sinawang ya mbak,, :D
BalasHapusTrus sekarang keadaannya gimana mba? sudah sembuh dari sakitnya kah?
BalasHapusseringkali pula saya merasakan hal yang sama, iri pada pencapaian orang lain di dunia ini. apalagi ketika saya mulai aktif ngeblog, iri dengan blogger lain dan pencapaiannya. Tetapi seiring waktu, saya menyadari, bisa jadi saya lebih beruntung di sisi lain yang mereka tidak miliki. Sya berhenti melirik rumput tetangga, dan fokus membenahi halaman rumah sendiri. Dan akhirnya, saya merasa saat ini saya sudah sampai di titik bahagia dengan jalan yang Allah berikan. Syukur, itu kuncinya.
BalasHapus