Saya menikah ketika masih aktif kuliah. Mungkin inilah salah satu
revolusi terbesar lain dalam hidup saya. Di sela-sela masa kehamilan
dengan morning sick yang cukup parah, saya memulai mengerjakan tugas
akhir skripsi. Kebetulan pada waktu itu, Media Indonesia, Metro TV dan
BBC Siaran Indonesia mengadakan lomba menulis untuk mahasiswa.
Ada dua masalah besar yang saya hadapi ketika itu. Pertama, kondisi
tubuh yang sangat lemah. Morning sick membuat saya hanya bisa terbaring
di tempat tidur selama hampir 3 bulan. Saya merasa terhempas ke dunia
lain yang sangat asing dan nyaris tak memiliki denyut kehidupan. Nyaris
membuat rasa percaya diri saya runtuh. Bagaimana tidak, beberapa bulan
sebelumnya saya masih aktif dengan beberapa kegiatan kemahasiswaan
sekaligus. Kegiatan saya sepanjang hari selalu padat dari pagi hingga
malam. Tempat kos hanya menjadi tempat untuk numpang mandi dan tidur.
Saya merasa sangat energik dan dunia terasa begitu dinamis. Saya merasa
bisa melakukan apapun dan kapanpun. Tapi kemudian, kehamilan membuat
saya menjadi makhluk yang begitu lemah bahkan makan dan sholatpun sering
hanya bisa saya lakukan sambil berbaring.
Tubuh boleh lemah, tapi semangat tidak boleh menyerah. Saya bertekad untuk tidak melewatkan lomba menulis itu. Sekuat tenaga saya mencoba meyakinkan diri bahwa saya bisa bagaimanapun kondisi saya saat itu. Tapi kendala lain menghadang : tema. Panitia membagi peserta lomba dalam beberapa region dengan tema yang berbeda. Untuk wilayah Jawa Timur temanya adalah seni. Tema yang kurang familiar dan jujur, kurang saya minati.
Sedikit demi sedikit saya berusaha membangun kekuatan untuk bangkit. Saya mulai mencari ide tentang apa yang akan saya tulis. Saya buka lagi memori dan stock of knowledge saya yang terbatas tentang seni. Satu minggu berlalu saya masih blank. Sampai akhirnya saya ingat satu berita yang dulu pernah saya liput sewaktu bergabung dengan UKM Jurnalistik yakni musik Patrol, musik tradisional orang Madura yang mulai dilupakan. Apreasiasi dan upaya pelestarian terhadap musik inilah yang saya angkat menjadi tema tulisan. Agar tulisan semakin berbobot saya berusaha mencari data yang relevan di perpustakaan maupun di UKM Kesenian hingga pada para pelaku musik Patrol sendiri. Dengan tubuh yang lemah, rasa mual dan ingin muntah yang tak mau kompromi, ditambah hujan yang mengguyur Kota Jember hampir setiap hari, saya tetap tak mau menyerah dan yakin pasti bisa menyelesaikan tulisan untuk lomba tersebut.
Tubuh boleh lemah, tapi semangat tidak boleh menyerah. Saya bertekad untuk tidak melewatkan lomba menulis itu. Sekuat tenaga saya mencoba meyakinkan diri bahwa saya bisa bagaimanapun kondisi saya saat itu. Tapi kendala lain menghadang : tema. Panitia membagi peserta lomba dalam beberapa region dengan tema yang berbeda. Untuk wilayah Jawa Timur temanya adalah seni. Tema yang kurang familiar dan jujur, kurang saya minati.
Sedikit demi sedikit saya berusaha membangun kekuatan untuk bangkit. Saya mulai mencari ide tentang apa yang akan saya tulis. Saya buka lagi memori dan stock of knowledge saya yang terbatas tentang seni. Satu minggu berlalu saya masih blank. Sampai akhirnya saya ingat satu berita yang dulu pernah saya liput sewaktu bergabung dengan UKM Jurnalistik yakni musik Patrol, musik tradisional orang Madura yang mulai dilupakan. Apreasiasi dan upaya pelestarian terhadap musik inilah yang saya angkat menjadi tema tulisan. Agar tulisan semakin berbobot saya berusaha mencari data yang relevan di perpustakaan maupun di UKM Kesenian hingga pada para pelaku musik Patrol sendiri. Dengan tubuh yang lemah, rasa mual dan ingin muntah yang tak mau kompromi, ditambah hujan yang mengguyur Kota Jember hampir setiap hari, saya tetap tak mau menyerah dan yakin pasti bisa menyelesaikan tulisan untuk lomba tersebut.
Waktu pengumuman relatif lama dan nyaris sudah saya lupakan, kurang
lebih dua bulan. Media Indonesia mengundang saya ke Surabaya melalui
surat tanpa penjelasan apakah saya menang atau tidak. Awalnya saya tidak
tertarik datang karena kehamilan yang sudah hampir memasuki bulan
kedelapan lagipula saya tidak yakin menang. Saya pikir hanya undangan
biasa karena pengumuman pemenang disatukan dengan sebuah seminar tentang
pendidikan bertempat di sebuah hotel di Surabaya. Telpon panitia yang
meminta kepastian kehadiran saya akhirnya memaksa saya untuk datang.
Dengan perut yang semakin besar meski terkadang banyak orang tidak menyangka saya sedang hamil, saya tidak bisa menikmati seminar pendidikan yang dilaksanakan di awal acara. Ketika peserta lain, baik mahasiswa, dosen, wartawan dan sebagainya hanyut dalam diskusi yang menarik dengan tokoh pendidikan kawakan, Arif Rahman, saya justru meringis di pojok ruangan merasakan perut yang sakit akibat guncangan selama 5 jam perjalanan Jember-Surabaya. Belum lagi keinginan untuk ke kamar kecil yang berulang kali.
Saya hanya melongo, antara tak percaya dan sakit perut ketika pembawa acara menyebut nama dan tulisan saya sebagai pemenang pertama dalam lomba menulis tersebut. Butuh beberapa waktu untuk meyakinkan diri sebelum melangkah ke panggung, di mana Andi F.Noya telah menunggu untuk memberi ucapan selamat dan hadiah.
Dengan perut yang semakin besar meski terkadang banyak orang tidak menyangka saya sedang hamil, saya tidak bisa menikmati seminar pendidikan yang dilaksanakan di awal acara. Ketika peserta lain, baik mahasiswa, dosen, wartawan dan sebagainya hanyut dalam diskusi yang menarik dengan tokoh pendidikan kawakan, Arif Rahman, saya justru meringis di pojok ruangan merasakan perut yang sakit akibat guncangan selama 5 jam perjalanan Jember-Surabaya. Belum lagi keinginan untuk ke kamar kecil yang berulang kali.
Saya hanya melongo, antara tak percaya dan sakit perut ketika pembawa acara menyebut nama dan tulisan saya sebagai pemenang pertama dalam lomba menulis tersebut. Butuh beberapa waktu untuk meyakinkan diri sebelum melangkah ke panggung, di mana Andi F.Noya telah menunggu untuk memberi ucapan selamat dan hadiah.
hebat banget smangaat mbak Ririn yang kuat seperti lempengan baja. Patut diteladani nih, very inspired me, pokoknya. Sekali lagi SALUT !
BalasHapusterimakasih sudah mampir Mbak Tanti. Ayo cerita balik...:)
HapusWeiiihh....kok mirip ya? pas sy setelah nikah cuman udah lulus, kemudian hamil 9 bulan, dipanggil sebgai pemenang tapi pemenang harapan 1 di radar kediri--hehe lokal.malu diatas panggung tapi sueneng...tulisan diatas bener2 menggambarkan, I'am the winner :)
BalasHapusSelamat ya Mbak Nurul, di manapun levelnya, kalau diperjuangkan dengan sungguh-sungguh, pasti mengesankan :) Setiap perjuangan pasti punya ceritanya masing-masing :)
Hapus